Kupang, detakpasifik.com – Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi mengatakan penanganan stunting di NTT bisa ditekan jika ada semangat kolaborasi atau sinergisitas dan etos kerja yang tinggi dalam memerangi masalah gizi kronis tersebut.
“Kita memerlukan semangat dan etos kerja yang tinggi untuk memberantas stunting ini,” kata Wagub Josef mengutip siaran resminya dalam Rapat Koordinasi Percepatan Penurunan Stunting di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Rakor tersebut dilaksanakan di wilayah terselatan NKRI, Rote Ndao pada 5-6 Juni 2023.
Wagub Josef yang juga Ketua Tim Percepatan Penanganan Stunting NTT mengungkapkan, khusus untuk wilayah NTT digunakan dimensi fleksibilitas dalam upaya memerangi stunting. Untuk itu, ia meminta semua elemen terkait secara bersama merumuskan langkah-langkah konkret, bertahap dan memiliki output, dan outcomenya.
“Kita melangkah dari dimensi ideal dengan standar yang diterapkan WHO dan juga dimensi realistis terkait kondisi kita di lapangan. Kita mulai sesuaikan dengan kondisi kita di sini yang masih kekurangan sarana air bersih, sanitasi hingga keterbatasana infrastruktur agar bisa menemukan langkah konkret pemecahan masalah stunting. Itu yang disebut dengan dimensi fleksibilitas,” ungkap Josef.
Josef mengajak para peserta rakor agar tetap satu tujuan: menurunkan angka stunting sampai serendah-rendahnya atau nol stunting dengan cara menyusun berbagai target yang realistis ke depan.
“Paling penting bagaimana kita menyusun target-target secara realistis, target output dan outcome dalam beberapa bulan ke depan,” kata Josef.
Utamakan pencegahan
Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat RI dr. Maria Endang Sumiwi memaparkan kebijakan dalam penurunan stunting di Provinsi NTT. Ia mengungkapkan, anak-anak akan tumbuh dengan kecepatan tumbuh yang sama jika kebutuhan kesehatan dan lingkungannya tercukupi.
“Anak-anak akan tumbuh dengan kecepatan tumbuh yang sama di mana pun dia lahir, di mana pun dia berada kalau kebutuhan kesehatan dan lingkungan tercukupi. Anak itu mau lahir di mana pun, dia tumbuh dengan kecepatan yang sama,” papar dr. Maria.
Dokter Maria menjelaskan saat ini telah terjadi sebuah transformasi kesehatan. Yang perlu dilakukan adalah pencegahan daripada pengobatan.
“Salah satu bagian transformasi kesehatan adalah kita mau menggeser bukan pengobatan tetapi pencegahan yang diutamakan. Jadi kita tidak menunggu stunting. Karena kalau menunggu stunting maka pengobatannya akan lebih mahal,” jelas dr. Maria.
Dokter Maria menjelaskan tiga upaya pencegahan: pertama pada remaja putri. Kita harus memastikan remaja putri tidak anemia dan sudah melaksanakan program minum tablet tambah darah di sekolah dan mengonsumsi makanan yang bergizi.
“Karena masih ada malaria, maka dianjurkan untuk memakai kelambu. Siswi SMP-SMA sederajat juga harus melaksanakan kegiatan aksi bergizi yang sudah diluncurkan tahun lalu oleh Menkes dan sudah berjalan,” katanya.
Kedua pada ibu hamil. Di mana ibu hamil tidak boleh mengalami anemia dan hemoglobinnya harus di atas 11. “Bumil harus mendapat makanan tambahan dan ibu hamil harus periksa sebanyak 6 kali pada saat kehamilan. Karena masih ada malaria, maka dianjurkan untuk memakai kelambu. Semua ini juga sudah dibungkus dalam gerakan Bumil Sehat yang diluncurkan oleh Pak Menkes di Kota Kupang tahun 2022 lalu,” katanya.
Ketiga, balita terus diukur dan ditimbang setiap bulan. “Hal ini untuk memastikan berat badannya harus selalu naik dan imunisasinya lengkap. Minum obat cacing, dan karena masih ada malaria, maka dianjurkan untuk memakai kelambu juga,” jelas dr. Maria.
(dp/bapm)