Oleh Ade Marthinus Grimu
Alur perkembangan teknologi di era milenial saat ini, sangat begitu maju. Tanpa adanya perkembangan teknologi, maka perubahan zaman tidak akan secepat dan secanggih seperti sekarang. Adapun kecanggihan teknologi informasi yang kita nikmati saat ini merupakan hasil yang dimulai dari proses panjang, puluhan atau bahkan ratusan tahun ke belakang. Sekat-sekat informasi dengan sendirinya menghilang oleh inisiatif kuat individu yang ingin mengetahui lebih jauh apa yang terjadi sekitarnya.
Seperti yang kita ketahui, di era serba modern seperti saat ini, peran teknologi informasi dalam kehidupan sehari-hari tentunya sangat berpengaruh. Hal ini tidak terlepas dari aktivitas kita yang kerap kali ditunjang dengan teknologi informasi itu sendiri yang mampu menjawab tuntutan pekerjaan yang lebih cepat, mudah, murah dan menghemat waktu.
Salah satu hasil dari perkembangan teknologi adalah internet. Seiring dengan perkembangan zaman teknologi, internet semakin berkembang pesat, salah satu manfaatnya adalah sebagai sarana hiburan, misalnya untuk bermain video game. Permainan video game dengan menggunakan jaringan internet tersebut dikenal dengan game online.
Game online merupakan permainan yang memanfaatkan teknologi internet dan komputer sebagai media yang digunakan. Perkembangan game online sekarang ini sangat pesat. Industri game juga sudah merambah ke berbagai negara di dunia. Termasuk negara-negara berkembang.
Di Indonesia sendiri, menurut liga game, game online muncul pada tahun 2001, dimulai dengan masuknya Nexia Online. Game online muncul sebagai satu jenis hiburan baru bagi semua kalangan usia, gender dan sosial ekonomi. Dengan banyaknya fitur-fitur baru yang jumlahnya beragam dan murahnya koneksi internet membuat game online semakin menjamur di Indonesia. Tidak hanya di kota-kota besar, game online juga sudah merambah ke pedesaan.
Game online adalah sebuah program permainan yang tersambung oleh jaringan yang bisa kita mainkan kapan pun, di mana pun dan dapat dimainkan bersamaan kelompok di seluruh dunia dan permainan itu sendiri menampilkan gambar-gambar menarik seperti yang diinginkan, yang didukung oleh komputer (Bobby Bodenheimer, 1999).
Permainan online terdiri dari banyak jenis, mulai dari permainan sederhana berbasis teks hingga permainan yang menggunakan grafik kompleks dan membentuk dunia virtual yang ditempati oleh banyak pemain sekaligus. Game online yang diminati akhir-akhir ini seperti: Mobile Legend, PUBG, Free Fire, e-football PES 2021, dan masih banyak lagi. Bahkan game-game tersebut masuk dalam game-game Esport yang dipertandingkan di PON XX Papua 2021 baru-baru ini.
Kemajuan Esport di Indonesia sangatlah pesat, berbagai event setiap tahunnya semakin meningkat jumlahnya, diawali dengan World Cyber Games (WCG) pada tahun 2008 yang menjadi pionir event Esport di Indonesia hingga di Asian Games 2018 serta PON XX Papua 2021.
Esport merupakan sebuah kompetisi game. Pemain Esport terdiri dari tim yang bermain game untuk melawan satu sama lain pada tingkat profesional untuk memenangkan sejumlah besar uang sebagai hadiah. Secara garis besar pengertian E-Sports sendiri merupakan sebuah cabang olahraga yang tidak bertanding secara fisik tapi lebih mementingkan strategi dalam pertandingan secara online melalui komputer sehingga masing-masing tim dapat bertanding tanpa bertatap muka (Julius et al, 2016).
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) telah mengakui secara resmi Esport sebagai cabang olahraga prestasi di Indonesia.
Pengakuan tersebut dilakukan dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) KONI Pusat 2020 secara virtual pada 25-27 Agustus 2020. Rapat tersebut juga mengakui bahwa Pemerintah Indonesia menyetujui Pengurus Besar Esport Indonesia (PB ESI) sebagai satu-satunya badan resmi pemerintah yang menaungi Esport sebagai olahraga prestasi di bawah KONI. Adanya pengakuan ini menandakan Esport dapat ikut dipertandingkan pada kompetisi-kompetisi resmi tingkat nasional seperti Pekan Olahraga Nasional (PON).
Di kala pandemi yang terjadi sekarang ini, banyak event dan kompetisi olahraga yang tertunda. Sedangkan game online seperti PUBG Mobile naik daun dan menjadi solusi dalam situasi yang terjadi saat ini.
Berbagai turnamen online pun diadakan oleh berbagai pihak untuk mengisi waktu di kala pandemi. Dari sini kita tahu bahwa bermain game ternyata juga memiliki manfaat jika dilakukan secara profesional dengan menjadi atlet Esport. Dan inilah yang membedakan antar gaming dan Esport. Jika gaming adalah rekreasi maka Esport adalah sebuah profesi. Dikatakan profesi karena bisa menghasilkan bagi seseorang dengan menjadi streamer dan youtuber.
Peluang lain yang dapat dijajaki dalam dunia Esport antara lain menjadi pelatih (coach) tim e-sports, manajer tim, caster (komentator) kompetisi, team owner (jika memiliki dana yang mumpuni), dan beberapa peluang lainnya. Untuk menggapai hal-hal tersebut pastinya dibutuhkan niat, tekad, dan kerja keras yang harus dilakukan untuk menggapainya. Bahkan menjadi kebanggaan tersendiri ketika menjadi atlit Esport mewakili propinsi bahkan mewakili negara dalam ajang nasional maupun internasional.
Adanya penghasilan dan ajang sampai tingkat internasional yang bisa didapatkan melalui game membuat stigma negatif mengenai game perlahan mulai berkurang sedikit demi sedikit. Game yang sebelumnya dianggap sebagai hal yang membuang-buang waktu ternyata bisa menjadi ladang pencaharian bagi masyarakat, khususnya anak-anak muda.
Melihat kondisi dan perkembangan ini, maka Esport sendiri perlu dipertimbangkan untuk dimasukkan dalam salah satu kegiatan ektrakurikuler sekolah di tengah kondisi pandemi dengan terbatasnya tatap muka secara langsung di sekolah.
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 62 Tahun 2014 tentang Kegiatan Ekstrakurikuler pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah, dinyatakan bahwa kegiatan ekstrakurikuler yang dilakukan peserta didik di luar jam belajar, kegiatan intrakurikuler dan kegiatan kokurikuler, di bawah bimbingan dan pengawasan satuan pendidikan, bertujuan untuk mengembangkan potensi, bakat, minat, kemampuan, kepribadian, kerjasama, dan kemandirian peserta didik secara optimal untuk mendukung pencapaian tujuan pendidikan (Lestari, 2016).
Ada banyak bentuk kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan oleh masing-masing sekolah berdasarkan minat dan bakat peserta didik, di antaranya seperti palang merah remaja, kepramukaan, kelompok ilmiah remaja (KIR), pasukan pengibar bendera (Paskibra), beberapa kegiatan kesenian seperti dance, tarian tradisional, marcing band, kegiatan keolahragaan seperti badminton, voli, basket, sepak bola, futsal, termasuk juga olah raga kekinian yang disebut dengan electronic sports (E-Sports). Hanya saja di kalangan masyarakat, sesama guru dan juga orang tua masih terdapat silang pendapat terkait Esport.
Sebagian beranggapan itu bukan olahraga, tapi sebatas video games semata. Malah ada yang cukup ekstrem menganggap Esport sebenarnya hanyalah sebuah cara untuk melegitimasi mereka yang kecanduan game. Padahal dari ajang ini banyak melahirkan pemain-pemain Esport kelas dunia. Selain itu, pendapatan dari permainan berbasis online ini juga cukup menjanjikan.
Peserta didik pada saat ini merupakan generasi yang sangat cepat tanggap dalam merespon perkembangan teknologi. Pada saat ini, banyak game online yang bukan hanya sekedar untuk hiburan semata namun juga banyak menuntut pemainnya menggunakan skill baik dalam hal mengatur strategi, mengelola kerja sama tim, bernegosiasi serta bagaimana cara mengambil keputusan yang tepat.
Dalam Esport, murid tak hanya bermain untuk bersenang-senang, tapi ada pengajaran dan tujuan yang jelas, untuk meningkatkan kemampuan siswa. Ada banyak soft skills yang bisa dipelajari oleh siswa jika mereka aktif dalam Esport, seperti strategi, problem solving, dan juga komunikasi. Anak juga bisa belajar tentang cara mengatasi tekanan dan cara menghadapi kekalahan.
Memang, ada orangtua yang sangsi akan keuntungan yang didapat oleh para pemain Esport, tapi selama pihak sekolah dapat memberikan penjelasan yang baik dan konsisten akan manfaat Esport, orangtua akan paham. Untuk memberi pemahaman pada orangtua, guru memang harus rela untuk bekerja ekstra, karena sejak kecil, anak-anak sudah memegang smartphone, ada akses ke dunia game. Mengapa tidak coba diarahkan ke sesuatu yang lebih positif?