KUPANG, DETAKPASIFIK.COM – Menjelang Pemilihan Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) 2024, Partai Gerindra nampaknya tengah mempersiapkan strategi matang untuk memperkuat posisinya di panggung politik NTT. Salah satu langkah strategis yang dapat digodok adalah mendorong Johni Asadoma, mantan Kapolda NTT dan purnawirawan Polri, sebagai calon wakil gubernur untuk mendampingi Melki Laka Lena, kandidat gubernur dari Partai Golkar yang juga didukung oleh Partai Amanat Nasional (PAN).
Melki Laka Lena, yang saat ini menjabat sebagai Ketua DPD I Golkar NTT dan Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, baru saja terpilih kembali sebagai anggota DPR dalam pemilihan bulan Februari lalu. Ia mewakili daerah pemilihan NTT I yang meliputi Timor, Sumba, Sabu Raijua, dan Rote.
Meski Johni Asadoma telah mengajukan diri sebagai calon gubernur melalui Partai Gerindra, survei terbaru menunjukkan bahwa elektabilitasnya belum cukup kuat untuk menjadi kandidat utama dalam Pilkada 2024. Oleh karena itu, strategi untuk mengusungnya sebagai calon wakil gubernur dianggap lebih tepat.
Dengan mendampingi Melki Laka Lena, Johni Asadoma akan memiliki kesempatan untuk meningkatkan popularitas di mata masyarakat NTT serta membangun basis dukungan yang kuat. Hal ini dapat membuka peluang bagi pencalonannya sebagai gubernur di masa depan. Bagi Gerindra, langkah ini merupakan strategi jangka panjang yang cerdas untuk menyiapkan calon gubernur yang kuat untuk Pilkada NTT mendatang.
Dalam persaingan politik yang semakin ketat, Gerindra harus mempertimbangkan tidak hanya Pilkada 2024 tetapi juga strategi jangka panjang. Saat ini, Gerindra menghadapi beberapa kandidat potensial seperti Gabriel Beri Bina dan Anita Mahenu, namun Johni Asadoma dinilai sebagai pilihan paling strategis untuk posisi wakil gubernur.
Melki Laka Lena, yang mendapatkan dukungan utama dari Partai Golkar dan koalisi PAN, kini dihadapkan pada tantangan dalam memilih calon wakil gubernurnya. Gerindra memegang peran kunci dalam koalisi ini, mengingat Golkar tidak memiliki kekuatan penuh untuk menentukan wakilnya sendiri. Melki Laka Lena menyatakan bahwa pemilihan calon wakil akan bergantung pada keputusan pimpinan partai koalisi, memberikan Gerindra peluang untuk memengaruhi keputusan tersebut.
Namun, Gerindra juga harus menghadapi tantangan dari calon wakil lainnya, seperti Jane Natalia Suryanto dari PSI yang mendapat dukungan PAN. Persaingan ini menambah kompleksitas strategi Gerindra, tetapi mendorong Johni Asadoma sebagai calon wakil gubernur adalah langkah yang dapat memperkuat posisi Gerindra dan meningkatkan peluang kesuksesan di Pilkada mendatang.
Dengan strategi matang ini, Gerindra tampaknya siap menghadapi Pilgub NTT 2024 sekaligus mempersiapkan strategi jangka panjang untuk masa depan politik partai di provinsi ini.
Dr. Ahmad Atang, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang, memberikan pandangannya terkiat dinamika politik yang terjadi. Menurut Atang, penentuan calon wakil harus dapat meningkatkan pundi-pundi elektoral pasangan calon. Ia berpendapat Gerindra memiliki peluang untuk menyiapkan kader atau jagoannya pada pilkada 2024 sebagai strategi jangka panjang untuk terus menguatkan posisi mereka dalam konteks politik NTT.
“Penentuan wakil harus dapat mendorong elektabilitas calon. Cara mengukurnya adalah dengan menggunakan hasil dari lembaga survei. Melki dalam memilih wakilnya harus mempertimbangkan dua basis yaitu basis politik dan basis elektoral. Gerindra memiliki peluang untuk menyiapkan kadernya pada Pilkada 2024 sebagai strategi jangka panjang untuk terus menguatkan posisi mereka dalam konteks politik NTT,” ujar Ahmad Atang.
Menurutnya, jika Gerindra mendorong wakilnya, hal ini tidak hanya meningkatkan elektabilitas paket calon, tetapi juga memperkuat koalisi dan memberikan kesempatan kepada Gerindra untuk menyiapkan kader yang kuat di masa depan.
“Strategi Gerindra untuk mengusung Johni Asadoma sebagai calon wakil gubernur tidak hanya dapat bertujuan memenangkan Pilgub NTT 2024 tetapi bisa menjadi sebuah strategi jangka panjang untuk memperkuat posisi politik partai di tingkat provinsi dan memastikan keberhasilan program-program koalisi di daerah,” ungkapnya.
Rudi Rohi, seorang pakar ilmu politik dari Universitas Nusa Cendana (Undana Kupang), menambahkan pandangannya.
“Saya kira memang proses negosiasinya belum selesai di dalam tubuh koalisi KIM sendiri karena Prabowo sebagai presiden terpilih dan Gerindra sebagai partai utamanya membutuhkan dukungan atau support system dari provinsi dan kabupaten/kota. Cita-cita dan program-program yang ditawarkan Prabowo dan Gerindra, serta secara umum koalisi besarnya, perlu direalisasikan,” kata Rudi kepada Detakpasifik, Senin malam (29/7/2024).
Rudy menjelaskan bahwa pengalaman bernegara menunjukkan ketika pusat dipegang oleh kekuatan tertentu sementara daerah dipegang oleh kekuatan berbeda, banyak program sulit dijalankan karena terjadi kontradiksi antara kekuatan pusat dan daerah atas nama ego sektoral politik partai masing-masing atau ego koalisi yang berbeda.
“Atas dasar pertimbangan tersebut, ada indikasi kuat bahwa Gerindra dan KIM-nya berusaha melakukan seleksi-seleksi terbaik untuk memasangkan calon gubernur, wakil gubernur, maupun kepala daerah kabupaten/kota. Ini merupakan fenomena umum yang tidak hanya terjadi di NTT,” katanya.
Dalam konteks NTT, Rudi menjelaskan bahwa hingga minggu-minggu terakhir ini beberapa partai masih cair dalam membuat pilihan penentuan calon wakil, yang membuat situasi menjadi rumit. Pasangan calon yang telah mendeklarasikan paket, yaitu Sion Petrus Kamlasi dengan Andry Garu dalam paket SIAGA, belum memenuhi koalisi parpol untuk menggenapi parliamentary threshold.
“Hal ini menjelaskan bahwa parpol-parpol masih cair karena mereka juga memiliki bargaining masing-masing untuk meminta jatah kekuasaan dalam posisi wakil, yang juga berdampak pada dinamika di kubu Melki dan Ansy Lema. Meski mereka sudah menggenapi koalisi parpol, bargaining untuk posisi wakil justru semakin kuat karena partai-partai koalisi membutuhkan sharing kekuasaan,” jelasnya.
Lebih jauh Rudi menjelaskan, dalam situasi seperti ini, Gerindra menginginkan bagian dalam power sharing wakil gubernur yang akan mendampingi Melki Laka Lena sebagai calon gubernurnya. Gerindra mungkin membangun poros sendiri, namun membutuhkan diskusi panjang sementara waktu semakin sempit. Sedangkan Ansy Lema, yang sudah dipastikan bersama Partai Hanura, harus mempertimbangkan calon wakil yang dapat menambah poin elektabilitas paket untuk memenangkan pertarungan.
“Masing-masing calon cukup kuat dengan infrastruktur dan support system politik yang kuat di belakangnya, seperti Melki dengan Golkar dan KIM-nya,” ujarnya.
Dengan demikian, strategi Gerindra untuk mengusung Johni Asadoma sebagai calon wakil gubernur tidak hanya bertujuan memenangkan Pilgub NTT 2024 tetapi bisa menjadi sebuah strategi jangka panjang untuk memperkuat posisi politik partai di tingkat provinsi dan memastikan keberhasilan program-program koalisi di daerah. (JP)