Kupang, detakpasifik.com – Ruwetnya tata kelola kepemilikan tanah di Kota Kupang dan sekitarnya tak hanya membuahkan konflik agraria di kalangan warga masyarakat, tetapi juga sekaligus menimbulkan keruwetan yang menjadi kian kaburnya status hukum dan membuahkan masalah hukum di Kota Kupang.
Hal ini terjadi lantaran aparatur di Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Kota Kupang bekerja kurang profesional. Bahkan diduga keras ada oknum di kantor BPN Kota Kupang yang gemar melakukan penyalahgunaan wewenang (abuse of power) entah demi kepentingan apa dan kepentingan siapa.
Tudingan keras itu dilancarkan oleh pengacara kondang Kota Kupang, Marthen L Bessie, S.H belum lama berselang dalam dokumen protesnya yang diterima detakpasifik.com, Selasa (9/8/2022). Tudingan itu dilancarkan menyusul surat Marthen L Bessie kepada Kepala Kantor BPN Nomor: MP.02.02/2-53.71/I/2022 tertanggal 3 Januari 2022 yang menurut Bessie hingga hari ini tak ada kejelasan hukum.
Karena itulah maka seluruh dokumen terkait problem pertahanan di Kota Kupang khususnya para pemangku hak milik atas tanah antara lain Silvester Chanistan diserahkan kepada para jurnalis media online dari Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) NTT (berjumlah 125 media online) di Kota Kupang.
Terkait dengan hal itu, Pius Rengka, salah satu dewan penasihat SMSI NTT, menyerukan agar para pihak berwenang untuk segera mencermati keruwetan problem tata kelola tanah di Kota Kupang dan sekitarnya ini kemudian untuk selanjutnya segera dituntaskan oleh semua pihak berkepentingan.
Menurut Pius Rengka, problem agraria tidak hanya menyentuh hak atas tanah tetapi juga terkait langsung dengan hak-hak asasi manusia terutama hak untuk hidup. Apalagi, Presiden Indonesia dan para jajaran kementeriannya serta seluruh gubernur dan bupati/walikota telah diinstruksikan agar menertibkan seluruh kepemelikan tanah di tanah air.
Pius Rengka menambahkan, gejala serupa tampak di beberapa kota di NTT, antara lain Kota Kupang, Kota Labuan Bajo dan kota-kota pertumbuhan baru di seluruh NTT. Karena itu, Pius Rengka, meminta seluruh jurnalis media online untuk bersekutu dan bersatu mengkonsolidasikan diri untuk memperhatikan serius seluruh kasus pertanahan ini dan jika diperlukan untuk dilanjutkan ke pihak-pihak pengambil keputusan yang lebih tinggi, seperti Walikota dan Gubernur NTT.
“Saya tahu benar, Gubernur NTT paling tidak suka dengan urusan yang bertele-tele. Tidak suka bertele-tele dengan urusan administrasi hak dan administrasi publik dan privat seperti hak milik atas tanah itu. Saya pernah menyaksikan Gubernur NTT memanggil Kepala Badan Pertanahan di Labuan Bajo lantaran ada pendobelan sertifikat atas tanah yang sama di Labuan Bajo. Ada persoalan apa ini, dan untuk kepentingan hukum siapa yang mau dilindungi oleh kalian. Begitu ujar Gubernur kala itu,” ujar Pius Rengka.
Di dalam surat dokumen Marthen Bessie dimaksud dikatakan perihal permohonan pencabutan SK Kanwil BPN Provinsi NTT No. 02/TBT/BPN.24/2014 dan pembatalan SHM No. 5650/Kel. Oesapa, yang telah mengambil alih kewenangan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi NTT. Surat dimaksud dituding sangat melangkahi kewenangannya atau menyalahgunakan kewenangannya.
Berdasarkan tudingan itu, maka pihak penasihat hukum melakukan upaya hukum dengan melaporkan Kepala Kantor BPN Kota Kupang kepada pihak berwajib dengan dugaan tindak pidana menyalahgunakan kewenangannya atau disebut abuse of power. Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh informasi pihak BPN Kota Kupang.
Serial surat beruntun dari kantor Advokat/Penasihat Hukum Marthen L Bessie yang mewakili beberapa kliennya, dilancarkan karena pihaknya merasa ada beberapa kali kasus yang ditengarai telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan, termasuk tidak mengerjakan tugas dan fungsinya sebagai pelayan publik masyarakat pemohon hak milik atas tanah yang sah.
Bahkan menurut Bessie, surat protes atau keberatan telah dijatuhkan sejak 28 Desember tahun 2021 perihal permohonan pencabutan SK Kanwil BPN Provinsi NTT No. 02/TBT/BPN.24/2014 dan pembatalan SHM No. 5650/Kel. Oesapa, yang ditujukan kepada Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi NTT.
Tetapi, Kepala Kantor BPN Kota Kupang malah membalas surat tersebut melalui surat Nomor: MP.02.02/2-53.71/I/2022 yang terbit 3 Januari 2022. Surat Kepala Kantor BPN Kota Kupang sama sekali tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah dan meruwetkan hak-hak masyarakat pemilik hak milik atas tanah.
Tambahan pula belakangan, permohonan untuk menerbitkan SHM tidak dilakukan tanpa alasan yang jelas dan terang. Karena itu, Marthen L Bessie sebagai kuasa hukum para pihak yang dirugikan oleh ulah oknum di badan pertanahan kota ini, selain hendak mengajukan gugatan hukum, tetapi sekaligus akan membawa persoalan ini dan melaporkan hal ini kepada Gubernur NTT sebagai problem peruwetan oleh pejabat publik. Hingga berita ini diturunkan, belum diperoleh informasi dari pihak BPN Kota Kupang.
(dp)