Kupang, detakpasifik.com – Prevalensi angka stunting kini terus menurun. Di NTT sudah berada di angka yang menyenangkan. 15,7 persen. Dari sebelumnya 38 persen. Meski demikian upaya zero stunting di wilayah kepulauan ini terus dilakukan demi pembangunan manusia NTT.
Wakil Gubernur NTT Josef Nae Soi mengucapkan terima kasih kepada seluruh TP PKK se-Provinsi NTT atas usaha dalam memerangi stunting. Mereka, para ibu-ibu bekerja keras dan cerdas tanpa uang.
Josef mengatakan pada tahun 2018, awal periode kepemimpinannya bersama Gubernur Viktor Laiskodat, prevalensi stunting sebesar 38 persen. Sekarang sudah turun menjadi 15,7 persen.
“Sungguh luar biasa. Kalau kita bapak-bapak dalam hal ini pemerintah kami bekerja pakai uang, para ibu-ibu PKK tidak. Tetapi lihat mereka bisa menghasilkan sesuatu yang sungguh luar biasa. Ini berkat kerja keras dan kerja cerdas dari para ibu-ibu semua,” ucap Wagub Josef sembari mengajak tepuk tangan untuk ibu-ibu PKK saat membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) di Aula Rumah Jabatan Gubernur NTT pada Jumat, 9 Juni 2023 lalu.
Sinkronisasi program
Wakil Ketua TP PKK NTT Maria Fransiska Nae Soi-Djogo mengungkapkan rapat koordinasi ini adalah upaya mengoptimalkan dan sinkronisasi program tahun 2023. Di antaranya adalah pengentasan stunting.
Maria menjelaskan, sebagai mitra pembangunan Pemerintah NTT, Tim Penggerak PKK memfokuskan diri pada 7 program prioritas daerah meliputi: pengentasan kemiskinan dan stunting, peningkatan pendapatan masyarakat, kelestarian lingkungan hidup, pembangunan pariwisata dan industri pariwisata, pemantapan infrastruktur dasar (jalan, air, energi dan transportasi), aksesibilitas dan kualitas pendidikan dan kesehatan, dan terakhir, reformasi birokrasi.
Hal ini menurut Maria menunjukkan bahwa peran Tim Penggerak PKK mencakup pada seluruh prioritas program menuju kesejahteraan keluarga.
Ia juga menegaskan bahwa kehadiran TP PKK ini menjadi sebuah tim yang memiliki ruang yang strategis dalam mewujudkan kesejahteraan keluarga.
“Keberadaan dan kehadiran Tim Penggerak PKK hingga kelompok dasawisma jelas dapat saling bersinergi memberikan penguatan keluarga yang memiliki semangat kemandirian, kebersamaan dan bergotong-royong antara pemerintah desa dan masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga,” kata Maria.
Stunting
Stunting sebenarnya berurusan dengan kemiskinan. Atau pada masyarakat yang belum tersejahtera. Populasi stunting cenderung ada di daerah kantong kemiskinan atau berada di mana ada kelompok miskin.
Karena itu, urusan stunting itu tidak hanya menjadi urusan provinsi atau urusan dinas kesehatan, tetapi kasus stunting adalah urusan semua pihak dan jenjang strata tanggung jawab, mulai dari provinsi hingga desa.
Diketahui, stuting atau masalah gizi kronis adalah kondisi ketika tinggi badan anak lebih pendek daripada standar usianya akibat kekurangan gizi dalam jangka panjang.
Kondisi ini biasa disebabkan malnutrisi yang dialami ibu saat hamil atau anak pada masa pertumbuhannya. Atau terjadi di setiap siklus kehidupan. Dimulai sejak dalam kandungan (janin), bayi, anak dan dewasa.
Periode dua tahun pertama kehidupan atau 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) adalah periode percepatan tumbuh-kembang yang dimulai sejak terbentuknya janin dalam kandungan hingga anak berusia 2 tahun.
1000 HPK merupakan periode yang sangat kritis yang berpotensi ke arah angka kejadian kematian ibu, bayi, balita serta angka kejadian balita gizi buruk dan balita pendek. Jika masa 1000 HPK tidak dilewati dengan baik, maka konsekuensinya bagi kecerdasan dan kesehatan bersifat permanen dan sulit diperbaiki.
Ada dampak jangka panjang pada gangguan kognitif, peningkatan risiko penderita penyakit tidak menular dan mempengaruhi dua generasi berikutnya, serta stunting di masa dewasa.
(dp)