Pembangunan pendidikan (manusia) NTT dengan peta jalan yang jelas dan terukur dan dilakukan secara masif, sangat diperlukan guna menjawab tantangan pembangunan dan memastikan kontribusinya terhadap pencapaian visi NTT ke depan.
Oleh Ben Senang Galus
Sekurang-kurangnya ada tiga isu utama dalam peta persoalan pendidikan di NTT kini maupun ke depan. Pertama adalah kualitas, kedua, kuantitas, ketiga, relevansitas. Persoalan kualitas terkait dengan hasil pendidikan yang kurang berkualitas, bukan hanya menciptakan pengangguran tetapi juga menyebabkan penurunan standar kerja bagi penyandang pendidikan tinggi pada tataran sarjana.
Hasil pendidikan kurang berkualitas bukan saja menciptakan sarjana pengangguran tetapi juga menyebabkan tenaga kerja lulusan sarjana men-downgrade pekerjaannya.
Dari sisi kuantitas, jumlah penduduk NTT 5.326 juta (BPS, 2020), dengan jumlah perguruan tinggi 112 buah dan jumlah sekolah menengah 317 buah. (Namun) banyaknya perguruan tinggi dan sekolah menengah di NTT tidak dapat menjamin kualitas pendidikan di NTT.
Persoalan relevansitas terkait dengan banyak program studi maupun mata pelajaran/mata kuliah yang tidak relevan dengan perubahan ilmu pengetahuan dan teknologi. Beban kurikulum begitu berat bagi siswa/mahasiswa sehingga tidak heran jika banyak siswa/mahasiswa kita di tanah air menjadi stres karena sistem pendidikan maupun sistem pembelajaran yang begitu berat. Oleh karena itu, perlu ada re-evaluasi sistem pendidikan dan sistem pembelajaran yang membebankan maupun yang tidak relevan dengan kebutuhan masyarakat. Walaupun tugas ini menjadi kewenangan pusat, setidaknya Pemda NTT harus memberikan masukkan kepada pemerintah pusat, bahwa kita masih ada.
Urgensi pembangunan sumber daya manusia menjadi faktor kunci dalam memenangkan persaingan global, yang membawa konsekuensi semakin ketatnya persaingan di tengah ketidakpastian. Langkah strategis ini sudah selayaknya mendapatkan dukung penuh dari seluruh pemangku kepentingan.
Penguatan sumber daya manusia menuju manusia unggul memiliki korelasi yang erat dengan peningkatan produktivitas kerja, dalam memenangkan persaingan di tengah perubahan-perubahan yang berlangsung cepat dalam dunia bisnis, ekonomi, politik dan budaya.
Di tengah gejolak ekonomi dunia (minimal regional) yang semakin bersaing, NTT dituntut untuk tetap konsisten menaikkan angka pertumbuhan ekonomi, guna menjawab masalah peningkatan kesejahteraan rakyat. Hal ini berbarengan dengan derasnya harapan untuk menjadikan NTT sebagai provinsi maju dengan potensi demografi dan anugerah sumber daya alam yang melimpah.
Pembangunan sumber daya manusia menjadi tantangan tersendiri bagi NTT bila mencermati data yang dikeluarkan, peringkat rata-rata pendidikan di NTT merupakan terendah keempat di Indonesia. Menyadari hal tersebut pemerintah daerah memiliki misi meningkatkan sumber daya manusia, salah satunya melalui pendidikan.
Pembangunan manusia menjadi satu keniscayaan bagi suatu bangsa, karena sejatinya pembangunan tidak hanya dilihat dari capaian fisik saja tetapi juga dari sudut manusianya, hal ini sejalan dengan kriteria yang dikembangkan UNDP, di mana pembangunan seharusnya tidak hanya dianalisis dari pertumbuhan ekonomi saja, tapi juga harus dipahami dari sudut manusianya.
Peta jalan pendidikan NTT
Pembangunan pendidikan (manusia) NTT dengan peta jalan yang jelas dan terukur dan dilakukan secara masif, sangat diperlukan guna menjawab tantangan pembangunan dan memastikan kontribusinya terhadap pencapaian visi NTT ke depan, yang pernah dijuluki mutiara (cendekiawan) Timor tahun 80-an, utamanya dalam mewujudkan NTT yang lebih sejahtera, maju, berdaulat, adil dan makmur, menjadi ekonomi terbesar minimal ke sepuluh Indonesia, dengan Produk Domestik Bruto (PDB) mencapai Rp25,95 triliun (BPS NTT, 2020).
Perbaikan sistem pendidikan, utamanya revitalisasi sistem pendidikan vokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan industri dan perkembangan teknologi seyogianya terus menjadi pengarusutamaan, penataan kompetensi melalui pelatihan dan sertifikasi tenaga pengajar agar terus ditingkatkan.
Dalam tataran teknis komite vokasi sebagai wadah kolaborasi antara pemerintah dan industri agar didorong untuk terus meningkatkan sinergitasnya, mulai dari perancangan program dan desain kurikulum, standar pelatihan hingga penyelenggaraan pelatihan kerja, sehingga kebijakan link and match dapat benar-benar berjalan.
Peta jalan pendidikan NTT adalah pengembangan ekosistem talenta nasional dan global perlu terus ditumbuhkembangkan pada berbagai tatanan, di antaranya dengan menata kelembagaan yang ada (perlunya integrasi kelembagaan) berdasarkan kebutuhan konkret NTT yaitu, pertanian, peternakan, perkebunan, perikanan, dan pertukangan, yang dapat bergerak cepat dan didukung oleh kepemimpinan berintegritas, guna memastikan berkembangnya talenta unggul dengan inovasi dan kreativitasnya, program dan kegiatan dan penganggaran yang dikembangkan dipastikan tidak lagi business as usual.
Revolusi Industri 4.0 yang diperkenalkan pertama kali pada tahun 2011 di Jerman (Hanover Fair) maupun Society 5.0 yang diperkenalkan pertama kali di Jepang, sama-sama menuntut kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkaitan dengan keterampilan problem solving, penciptaan nilai, imajinasi, kreativitas dan inovasi, dll.
Sepuluh keterampilan utama (top skills) untuk kompetensi tenaga kerja ke depan yang diidentifikasi oleh World Economic Forum (Complex Problem Solving, Crtical Thinking, Creativity, People Management, Coordinating With Others, Emotional Intellingence, Judgment and Decition Making, Servie Orientation, Negotiation, Cognitve Flexibility) tetap berlaku dan relevan untuk menjadi persyaratan kualifikasi SDM NTT dalam Era Revolusi Industri 4.0 maupun Society 5.0.
Society 5.0 akan menjadikan atau menciptakan masyarakat imajinasi (imagination/super smart society), di mana transformasi digital akan mengkombinasikan imajinasi, kreativitas, dan inovasi dari setiap orang dalam dunia fisik (physical space) untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial agar menciptakan nilai, dengan dibantu oleh AI (Artificial Intelligence), IoT (Internet of Things), digitalisasi, dalam Revolusi Industri 4.0.
Peranan manusia dalam Society 5.0 harus memiliki kompetensi global agar mampu mengendalikan peranan robot dalam membantu semua pekerjaan yang dilakukan oleh artificial intellegence (kecerdasan buatan) yang dimiliki oleh robot-robot pintar itu, ini menjadi lahan garapan perguruan tinggi di NTT.
Pemahaman tentang Lean Six Sigma, di mana Lean untuk meningkatkan nilai (value) dan menghilangkan pemborosan (waste), serta six sigma untuk meningkatkan akurasi (accuracy) dan menghilangkan/menurunkan variasi (variation) secara dramatik akan menjadi landasan kuat dan sangat relevan dalam Industri 4.0 maupun Society 5.0.
Akan terjadi disrupsi besar-besaran dalam sistem pendidikan Indonesia termasuk NTT (banyak mata kuliah/mata pelajaran yang diajarkan akan cepat menjadi usang). Sistem pendidikan tinggi Malaysia (MyHE 4) lebih cerdas dan strategik dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0 yang berfokus pada pengembangan kompetensi SDM sebagai fondasi atau landasan untuk menopang aplikasi Industri 4.0, yang sekaligus kita melihat bahwa Malaysia juga siap memasuki Society 5.0, menjadi inspirasi bagi Pemda NTT.
Sedangkan sistem pendidikan di NTT hanya “berkutat” dengan perbaikan sistem seleksi masuk perguruan tinggi negeri maupun swasta, pembukaan program studi baru, distance learning, tanpa “roadmap” yang jelas dalam membangun kompetensi SDM sesuai persyaratan pasar tenaga kerja lokal maupun global. Posisi NTT sangat strategis dalam segala hal. NTT bisa menjadi inspirator kemajuan ekonomi negara-negara Pasifik Selatan. Itulah sebabnya perkembangan ekonomi Pasifik ke depan sangat ditentukan oleh bagaimana sistem pendidikan yang saat ini ada di NTT.
Untuk mendukung sistem Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0, sudah saatnya sistem pendidikan di NTT memperkenalkan sistem pembelajaran HOTS (Higher Order Thinking of Skills). Ada tiga keutamaan dalam sistem pembelajaran HOTS. 1) kemampuan memecahkan masalah kompleks, 2) berpikir kritis, dan 3) kreativitas.
Penguasaan ketiga kemampuan utama yang dibutuhkan masa depan menjadi tanggung jawab dunia pendidikan. Anak yang sekarang yang duduk di bangku sekolah merupakan pemilik masa depan. Masa depan dengan konstruksi masyarakat 5.0, tapi sekaligus berada pada era Volatility, Uncertainty, Complexity and Ambiguity (VUCA): penuh gejolak, tidak pasti, rumit, dan serba kabur.
Demikian pula saat ini kita sudah memasuki era meteverse, adalah sebuah masa di mana muncul komunitas siber dan virtual 3D, tempat berlangsungnya aktivitas digital dengan avatar sebagai representasi user. Sehingga, seluruh kegiatan mulai dari berbelanja, bersosialisasi, bekerja hingga bersekolah, berlangsung dalam dunia fiksi virtual tersebut.
Maka para pemegang masa depan tersebut tidak cukup dengan bekal ilmu pengetahuan, tapi juga cara berpikir. Cara berpikir yang diperkenalkan adalah cara berpikir beradabtasi di masa depan, yang disebut five minds of the future, meliputi: 1) the disciplinary of mind, 2) the synthesing mind 3) creating mind, 4) the respectfull mind, 5) the critical mind.
Cara berpikir itulah yang disebut cara berpikir tingkat tinggi (HOTS). Berpikir ala HOTS adalah bukanlah berpikir biasa-biasa saja, tetapi berpikir secara kompleks, berjenjang, dan sistematis (ala berpikir filsafat-radikal, universal, konseptual, koheren/konsisten, dan sistematis).
Dalam Revolusi Industri 4.0 dan Society 5.0 diharapkan pendidikan kita menghasilkan tujuh kemampuan wajib generasi muda masa depan, antara lain: 1) great collaborators and orchestrator, 2) the great synthesizers, 3) the great explainers, 4) the great leveragers, 5) the great adapters, 6) the green people, 7) the great localizers.
Five minds of the future dan tujuh kemampuan wajib itu akan diramu dalam sebuah metode yang disebut dengan disruptive technology. Pada SMA, seperti 1) Competency-based education: siswa mempunyai kemampuan berbeda-beda. Bantuan teknologi digunakan untuk memudahkan mahasiswa/siswa membentuk kemampuannya. 2) The internet of things: peningkatan konektivitas semua peralatan yang ada akan membuat komunikasi lebih mudah antara siswa dengan guru, 3) Virtual/augmented reality: virtual reality dapat membuat seolah-olah siswa benar-benar melaksanakan kegiatan pembelajaran praktik/praktikum (terutama untuk praktikum yang membahayakan atau kompleks), 4) Artificial Intelligence (AI): Online learning platform dengan bantuan AI, dapat beradaptasi dengan kebutuhan siswa/mahasiswa (Ben Senang Galus, 2019).
Langkah strategis
Untuk mewujudkan pendidikan 4.0 dan Society 5.0, hendaknya lembaga pendidikan di tanah air mengembangkan tiga langkah strategis dan inovasi yang meliputi: langkah strategis pertama, implementasi menyeluruh Outcome Based Education (OBE). Pembelajaran yang dikembangkan melalui kurikulum digunakan untuk menghasilkan profil lulusan dengan kompetensi yang mampu menjawab kebutuhan pengguna (graduate employability).
Penerapan pembelajaran berbasis luaran (outcome based education) menjadi sebuah keharusan untuk memberikan ruang dalam merumuskan capaian pembelajaran (learning outcome); desain ulang kurikulum, pengembangan karakter dan kreativitas siswa/mahasiswa, keselarasan yang konstruktif antar-kompetensi, metode pembelajaran, hingga sistem penilaian.
Langkah strategis kedua, pengembangan metode dan konten pembelajaran, melalui empat model. Pertama, student centered learning. Paradigma pembelajaran diarahkan dengan mengganti peran dosen/guru menjadi fasilitator dalam proses pembelajaran. Implementasi student centered learing (SCL) yang dikombinasikan dengan student teacher aesthetic role-sharing (STAR). Metode yang harus digunakan adalah experience based learning, experiment based learning, project based learning, dan flipped learning.
Kedua, implementasi blanded learning. Blended learning merupakan pembelajaran yang dilakukan dengan mengkombinasikan pelaksanaan pembelajaran secara tatap muka di kelas dengan pembelajaran interaktif dalam jaringan (daring). Metode ini mendorong siswa/mahasiswa menggunakan sumber belajar internal dan eksternal dengan memanfaatkan teknologi informasi.
Ketiga, visual based learning. Konten pengetahuan harus dikuatkan menggunakan bentuk visual media berbasis TI berupa video, grafik, simbol, kata kunci, animasi, dll.
Keempat, desiminasi pengetahuan melalui kanal pengetahuan dan menara ilmu. Pemanfaatan produk desiminasi pengetahuan melalui kanal pengetahuan dan menara ilmu berpotensi menjadi pelengkap sumber belajar eksternal. Kanal pengetahuan harus dikembangkan untuk mewadahi berbagai bentuk desiminasi pengetahuan yang dikemas dalam menara ilmu, video dokumenter, webinar, Massive Open Online Course (MOOC) salah satu bentuk teranyar dari pendidikan jarak jauh berbasis ICT (Information and Communication Technology) dan berbagai bentuk desiminasi lain yang harus dikembangkan, semisal academic production house, sebagai pusat pengembangan dan produksi konten-konten berbasis audio visual pendukung sember belajar dan desiminasi pengetahuan (Vinsent Gaspert, 2016).
Pengembangan langkah strategis kelima, penyediaan learning space pendukung. Karakteristik generasi Y dan Z yang akrab dengan dunia digital memudahkan mereka dalam membangun jaringan sosial (social nerwork), mengeksplorasi sumber belajar, berani menerima tantangan (risk taker), berkolaborasi lintas disiplin (borderless of sciences), dan selalu berambisi menghasilkan sesuatu hal yang baru dan berbeda.
Fasilitas proses dan metode pembelajaran yang fleksibel, kreatif, berbasis capaian, dan berorientasi pada hasil/prestasi dengan menyedikan ruang-ruang terbuka yang saling berjejaring dan kerja bersama (co-working space) menjadi sebuah kebutuhan yang harus disediakan.
Hal yang paling penting dari semua itu ialah pendidikan kita saat ini maupun ke depan tidak meninggalkan segi-segi motivasi kebudayaan NTT sebagai dasar perjuangannya dan tidak ketinggalan dalam perubahan teknologi terkini.
Pendidikan sebagai proses kebudayaan, sebagai conditio sine quanon. Pendekatan pendidikan cara baru dapat kita ciptakan berlandaskan pada keyakinan, bahwa setiap manusia dikaruniai kecerdasan sangat tinggi (everyone is born a genius, but the process of life de-geniuses them – R Buckmisnter Fuller, (2016), atau meminjam kata-kata Albert Einstein, ”everybody is a genius, but if you judge a fish by its ability to climb a tree it will live its whole life believing that it is stupid”.
Pandangan ini telah ditunjukkan kenyataannya seperti diungkapkan Carol S Dweck, dalam Grow Your Mindset (2006), bahwa kecerdasan dapat meningkat asalkan dimulai dari perubahan mindset. 1) Your intelligence is something very basic about you that you can’t change very much, 2) You can learn new things,but you can’t really change how intelligence you are, 3) No matter how much intellegence you have, you can always change it quite a bit, 4) You can always substantially change how intelligence you are (Ben Senang Galus, 2014).
Empat pernyataan penting mindset yang digagas oleh Carol S Dweck dapat memandu pilihan keyakinan kita akan kemungkinan kebangkitan potensi kecerdasan manusia bagi yang mengikuti butir 3 dan 4. Kecerdasan dapat meningkat dimulai dari perubahan mindset dan apa yang disampaikan oleh Carol S Dweck telah menjadi pemikiran para leluhur kita sejak berabad-abad lampau.
Sebab bagaimanapun, kemampuan memperbaiki pendidikan masa depan adalah suatu keniscayaan. Bagaimana caranya? Kita dapat membangkitkan kecerdasan kolektif bangsa NTT dengan melakukan sintesa dengan kemajuan Barat dan Timur khususnya menjabarkan nilai-nilai tinggi dan terpuji bangsa NTT ke dalam proses pendidikan kita di masa depan.
Ben Senang Galus, penulis buku “Pemikiran Ekonomi dari Klasik sampai dengan Revolusi Industri”, tinggal di Yogyakarta