detakpasifik.com – Kelompok Tani Inklusi Kembang Melati di Kampung Ntaram, Desa Golo Ngawan, Kecamatan Congkar, Kabupaten Manggarai Timur mengikuti Pelatihan Budidaya Sorgum yang diselenggarakan oleh Yayasan Ayo Indonesia dan Yayasan Kehati Jakarta Senin 26-27 April 2021 lalu. Pelatihan ini diikuti oleh 27 orang anggota dan bertempat di kebun milik salah satu peserta kelompok tani.
Staf Lapangan Yayasan Ayo Indonesia Richard Haryanto kepada detakpasifik.com Kamis (29/04/2021) mengatakan, kelompok tani inklusi ini dibentuk tanggal 8 April tahun 2014 dan bertujuan meningkatkan rasa persaudaraan dan semangat kerjasama warga dalam mengatasi persoalan sosial ekonomi. Khususnya persoalan kurangnya pendapatan dan ketersediaan pangan pada bulan-bulan tertentu yang dialami oleh sebagian besar warga di Kampung Ntaram.
Richard menyampaikan, pelatihan cara budidaya sorgum sangat penting diberikan kepada petani dalam meningkatkan keterampilan tentang jumlah benih sorgum per lubang tanam, pengaturan jarak tanam dan pemberian dosis pupuk yang ideal menghasikan biji sorgum yang berkualitas dengan masa panen bisa 2-3 kali untuk sekali tanam.
Dalam pelatihan, lanjut Richard, peserta tidak hanya diberi keterampilan teknis budidaya sorgum, tetapi mereka disadarkan tentang alasan mengapa mesti menanam sorgum saat ini di Kampung Ntaram.
“Menjelaskan secara mendalam tentang alasan-alasan rasional mengapa petani harus menanam sorgum; sangat penting untuk menyadarkan dan sekaligus meyakinkan mereka bahwa membudidaya sorgum merupakan salah satu cara yang tepat mengatasi persoalan kekurangan pangan, banyak lahan kritis yang tidak dimanfaatkan dan rendahnya pendapatan atau penghasilan keluarga petani,” ungkap Richard, Staf Pemberdayaan Sosial Ekonomi dari Yayasan Ayo Indonesia ini.
Menurutnya, sorgum memiliki kemampuan adaptasi terhadap kondisi iklim kering dan dapat tumbuh dengan baik pada lahan-lahan yang mengalami keterbatasan air. Sehingga sangat cocok ditanam di Desa Golo Ngawan.
Melakukan Pemetaan Masalah di Desa
Pada sesi awal pelatihan, Stef Jegaut selaku pengatur pelaksanaan kegiatan bersama peserta melakukan pemetaan mengenai sumber-sumber pendapatan keluarga, biaya pengeluaran, dan kesulitan pangan dalam keluarga.
Diskusi ini menemukan, pertama sumber pendapatan tahunan petani di Ntaram terbesar berasal dari hasil kopi arabika dan robusta. Tetapi, jumlah produksi dari kedua jenis kopi terus menurun sehingga pendapatan mereka berkurang, kedua mereka juga bekerja sebagai buruh tani saat pembukaan lahan sawah tadah hujan, penyiangan dan panen, ketiga pada bulan Desember hingga Maret, sebagian besar keluarga mengalami kekurangan uang untuk membeli beras karena kopi baru akan dipanen pada bulan Mei sampai dengan September, keempat pengeluaran tahunan untuk memenuhi kebutuhan sembako, pesta adat dan acara sosial kemasyarakatan cukup tinggi sehingga mereka selalu mengalami defisit keuangan setiap tahun. Kondisi ini mendorong terjadinya praktek ijon untuk mendapatkan uang yang cenderung merugikan petani.
Dalam kesempatan itu, mereka mengakui lahan tidur di Desa Golo Ngawan cukup luas. Dan tanaman sorgum bukan tanaman baru bagi mereka. Sorgum sudah dikenal sejak lama sebagai pangan dan dimanfaatkan sebagai penyapu lantai tanah di rumah-rumah warga.
Minat mereka menanam sorgum dalam jumlah yang besar dinilai rendah disebabkan oleh cara pengolahan yang dilakukan secara manual, yaitu dengan cara tumbuk. Mereka belum mengenal mekanisasi pada pasca-panen.
Dari hasil pemetaan ini, Ambrosius Roni, pegiat sorgum dari Paroki Beamuring yang diminta sebagai narasumber pada pelatihan, memotivasi peserta bahwa sorgum saat ini tidak hanya dikenal sebagai sumber pangan yang bergizi. Tetapi telah menjadi komoditas ekonomi yang bisa meningkatkan pendapatan petani.
“Sorgum merupakan sumber pangan bergizi dan berduit, maksudnya adalah sorgum bisa menjadi sumber uang dari biji, batang dan daunnya,” tegas Ambros.
Menurut Ambros, biji sorgum bisa diolah menjadi beras dan berbagai jenis olahan pangan yang bisa mendatangkan uang. Karena itu, lahan-lahan tidur di Golo Ngawan perlu ditanami sorgum.
Ke depan bisnis pangan sangat menjanjikan, bisa menjadi penopang ekonomi keluarga. Selain untuk pangan, sorgum juga bisa menjadi sumber pakan ternak khususnya sapi dan kerbau, daun sorgum mengandung nutrisi dan serat yang cocok untuk makanan sapi dan kerbau.
Ambros menjelaskan, di Paroki Beamuring sorgum telah ditanam di atas lahan petani dan lahan milik paroki dengan total luas lahan kurang lebih 12.8 hektare. Sehingga kami bersama Yayasan Ayo Indonesia mengusulkan bantuan mesin sosoh kepada Yayasan Kehati Jakarta. Usulan ini pun disetujui dan mesin sosoh sebanyak 1 unit saat ini tersedia di gudang milik Paroki Beamuring.
Ia berharap, teman-teman peserta pelatihan harus memiliki mental kewirausahaan yang ditandai dengan memulai sesuatu dengan antusias. Masalah-masalah yang ada bukan dipersoalkan tetapi dilihat sebagai peluang untuk maju dan bukan menjadi penghambat kemajuan. Sorgum adalah komoditi yang akan membawa kemajuan secara sosial dan ekonomi.
“Saya sendiri telah menanam sorgum di atas lahan seluas 1.2 hektare di Pesi, Paroki Beamuring dan rencananya mau belajar membuat kuliner berbahan dasar sorgum,” ungkap Ambros.
Pada sesi akhir, peserta bersama narasumber melakukan penanaman sorgum di atas lahan berukuran hampir 1 hektare. Kegiatan penanaman didahului dengan ritual adat dan acara “tapa kolo” (memasak nasi menggunakan wadah bambu).
Tradisi dalam bertani ini masih terpelihara baik dari generasi ke generasi, tujuannya adalah untuk memohon kepada leluhur dan Tuhan agar segala usaha di tempat itu di jaga sehingga mendapat hasil panen yang baik.
Selanjutnya, para peserta menyusun beberapa pekerjaan rumah ke depan, yaitu menanam sorgum di lahan tidur milik peserta pelatihan dan mengajukan usulan bantuan ternak sapi, benih sorgum, mesin sosoh dan sarana produksi kepada Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur dalam hal ini dinas pertanian.* (ib)
Kontributor: Rikhardus Roden