Silu, detakpasifik.com – Derek Paulus (52 th), pria paruh baya. Dia Ketua Kelompok UMKM Harapan Baru. Dia beranggotakan 10 peternak, dari Dusun 1, RT 3/RW 2, Desa Silu, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, NTT.
Kelompok usaha Desa Binaan Bank NTT itu menekuni usaha sapi paron sejak dua tahun silam, lantaran keuntungan jual sapi telah amat jelas.
Kelompok UMKM Harapan Baru, tentu saja, bukan kelompok peternak baru. Mereka bukanlah kelompok yang baru memulai memelihara sapi atau baru belajar kredit di Bank NTT.
Kelompok Harapan Baru, justru tekun memelihara sapi paron karena kalkulasi ekonomi untungnya sangat jelas setelah ada fasilitas kredit mikro Bank NTT.
Kredit mikro, plafon Rp 36 juta/anggota kelompok belakangan dihitung sangat pas untuk sementara waktu. Uang dimanfaatkan membeli 4 sapi, masing-masing Rp 6 juta/ekor. Jadi total harga 4 sapi, Rp 24 juta.
Harga jual nantinya dilepas sedikitnya Rp 9 juta/ekor atau Rp 10 juta/ekor. Jadi total yang diperoleh Rp 40 juta. Selisih harga modal sapi dengan pinjaman 12 juta, dipergunakan untuk membiayai anak sekolah atau kepentingan lain.
Hitungan peternak Silu masuk akal. Pinjam Rp 36 juta/orang, dipakai Rp 24 juta, selisih pinjaman Rp 12 juta, harga jual Rp 40 juta. Karena itu, pengembalian kredit tidak boleh alpa.
Hukum yang berlalu di antara anggota kelompok ialah ini. Siapa yang terlambat pengembalian kredit bank akan ditendang dari kelompok.
“Aturan hukum itu tegas dan jelas,” ujar Derek Paulus yang dibenarkan Soleman Abakut (40 th).
Ditemui di kediaman Derek Paulus di Desa Silu, Kecamatan Fatuleu, Kabupaten Kupang, Rabu, 16 November 2022 petang, rombongan anggota kelompok mengatakan pentingnya kerja sama dengan Bank NTT selama kurun waktu dua tahun belakangan.
Warga di Dusun 1, RT 3/RW 2, Desa Silu itu dikepung hutan jambu mente. Di musim awal hujan November tahun ini, masing-masing anggota kelompok sibuk memelihara empat ekor sapi secara paron dan memelihara rumput king grass di atas hamparan lahan pribadi.
Sapi tidak boleh lepas bebas di padang penggembalaan. Mereka melakukan hal itu karena pengalaman membuktikan bahwa keuntungan yang diperoleh dari pelihara sapi paron telah sangat jelas.
“Kami meminjam uang di Bank NTT, awalnya Rp 6 juta/anggota kelompok. Sapi dijual dengan harga Rp 9 juta/ekor. Kami dapat untung. Karena itu, kami mengambil kredit lebih besar dengan peliharaan makin banyak,” ujar Yusak Bait, salah satu anggota kelompok yang tak henti-hentinya mengunyah sirih pinang.
Kelompok ini ditemui tim juri festival Desa Binaan Bank NTT, di Silu, Rabu, 16 November 2022. Tim juri, Pius Rengka dan Dewa Putra didampingi tim Bank NTT Pusat, Mario Kendjam dan tim dari Bank NTT Cabang Oelamasi, Kabupaten Kupang.
Hitungan Derek Paulus dan kawan-kawan masuk akal, karena kredit makin besar, jumlah sapi yang diparon makin banyak. Harga jual perekor pun kian membaik. Rupanya, kabar tentang kelompok peternak sapi paron di Silu telah menyebar ke pasaran terutama para pedagang sapi di Timor.
Bahkan menurut Yusak Bait, para pembeli bahkan sering mendatangi mereka. Jumlah calon pembeli itu banyak. Karena itu, harga sapi kompetitif, ujar Yusak yang memiliki lahan garapan 5 ha yang sebagiannya dipakai untuk tanam rumput bagi sapi.
Menurut rencana, ke depan, para peternak sapi di Silu akan membesarkan modal usaha dengan mengajukan kredit di Bank NTT dalam jumlah yang lebih besar.
“Saya kira Bank NTT telah percaya kami, karena kami tidak tipu-tipu dan tidak pernah terlambat bayar kredit,” ujar Soleman Abakut menutup pertemuan petang itu.
(dp/pr)