detakpasifik.com – Yayasan Ayo Indonesia, salah satu mitra dari Tim Pusat Telaah dan Informasi Regional (PATIRO) di Nusa Tenggarai Timur bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur untuk menyuarakan aksi pembangunan berketahanan iklim yang inklusi melalui implementasi program Voice for Inclusiveness Climate Resilience Action (VICRA).
Koordinator Program VICRA Rikhardus Roden Urut mengatakan program ini muncul sebagai respon terhadap pemanasan global yang terjadi selama 50 tahun terakhir. Yang pengaruhnya terasa sampai ke seluruh belahan dunia termasuk Indonesia dan khususnya di Manggarai Timur. Salah satu sektor yang mengalami dampak perubahan iklim adalah sektor pertanian.
Program ini didukung oleh Kedutaan Besar Belanda di Jakarta yang bertujuan untuk menciptakan ruang sipil (civic space) bagi kelompok petani rentan dalam pembuatan dan penerapan kebijakan berketahanan iklim.
Rikhard menjelaskkan, potensi bahaya perubahan iklim di NTT menurut laporan Kementrian BPN/Bappenas, di sektor pertanian termasuk dalam kategori tinggi. Dimana produksi padi berpotensi mengalami penurunan sekitar 10,1-17,5 persen. Untuk wilayah Kabupaten Manggarai Timur (Matim), berdasarkan kajian Bappenas, penanganan dampak perubahan iklim di sektor pertanian masuk dalam kategori super prioritas.
Pemerintah Indonesia telah menghitung potensi kerugian Pendapatan Domestik Bruto (PDB) akibat perubahan iklim di sektor pertanian sebesar Rp19,94 triliun pada tahun 2024. Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah telah mengeluarkan Kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (KPBI) periode 2020-2045. Kebijakan ini sebagai salah satu upaya menjamin ketahanan pangan sebab jika tidak segera diatasi kita akan mengalami kekurangan persediaan pangan saat terjadi kondisi iklim ekstrem. Seperti terjadi kekeringan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Manggarai Timur Yohanes Sentis mengungkapkan tanda-tanda atau indikasi telah terjadi perubahan iklim di sektor pertanian di Kabupaten Manggarai Timur. Di antaranya, tinggi dan beragamnya jenis serangan hama dan penyakit pada tanaman pangan (tanaman jagung dan padi), pola curah hujan yang terus mengalami perubahan, dan produktivitas hasil pertanian khususnya pangan dan hortikultura mengalami tren penurunan.
Jhon mengapresiasi kehadiran Yayasan Ayo Indonesia dan mitra melalui program VICRA untuk membantu Pemkab Matim menyuarakan isu perubahan iklim kepada kelompok tani, Kelompok Wanita Tani (KWT), kelompok rentan, dan melakukan analisis kerentanan. Para petani umumnya tidak memiliki informasi dan pengetahuan tentang perubahan iklim. Karena itu mereka perlu dilakukan edukasi.
“Kami berharap melalui kajian kerentanan di komunitas nanti akan mendapatkan gagasan-gagasan alternatif terkait aksi adaptasi dan mitigasi untuk dimasukan ke dalam kebijakan agar perubahan iklim tidak merugikan petani pangan lebih dahsyat lagi dimana mereka kehilangan mata pencaharian dan mengalami kekurangan pangan. Pemerintah Kabupaten Manggarai Timur melalui dinas pertanian berkomitmen untuk mengatasi dampak perubahan iklim, sehingga dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah tahun 2022, telah dialokasi anggaran sebesar Rp124.985.440 untuk penanganan Dampak Perubahan Iklim (DPI) tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan,” jelas Jhon Sabtu, 12 Maret 2022.
Hal yang sama disampaikan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Manggarai Timur Petrus Subin. Perubahan iklim telah terjadi di Manggarai Timur. Menurutnya, hal itu ditandai peristiwa kebencanaan yang terjadi pada tiga tahun terakhir seperti terjadinya banjir bandang (di Wae Bobo, di Wae Reca, banjir Dampek) yang menyebabkan rumah penduduk terendam banjir serta ratusan hektar sawah rusak -petani mengalami gagal panen.
Mengatasi kebencanaan itu, kata Petrus, Pemkab Matim telah mengambil langkah cepat dan tepat, yaitu memberikan bantuan darurat berupa sembako dan kegiatan jangka panjang yang menjadi prioritas adalah melakukan pengerukan materi atau sedimen di sungai.
Selain itu, melakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang cuaca ekstrem sebagai dampak dari perubahan iklim agar masyarakat bisa memahami dan memiliki informasi/pengetahuan yang mendalam sehingga bisa terhindar dari risiko terjadinya bencana alam.
“Kami menyambut baik keterlibatan Yayasan Ayo Indonesia dan mitranya untuk menyadarkan pemerintah dan masyarakat di Kabupaten Manggarai Timur tentang isu perubahan iklim melalui program VICRA,” ungkap Petrus.
Terkait anggaran dari BPBD Manggarai Timur, lanjutnya, untuk penanganan dampak bencana alam dalam APBD tahun 2022 induk, sebesar Rp175.000.000. Pemerintah daerah juga menyediakan dana Biaya Tak Terduga (BTT) dimana penggunaan dana tergantung jenis dan besarnya dampak bencana.
Sementara itu, Yohanes Nerdi, Duta Petani Andalan Kabupaten Manggarai Timur, asal Kampung Kalabumbu, Kelurahan Watu Nggene, Kecamatan Kota Komba ketika dimintai pendapatnya tentang perubahan iklim mengatakan bahwa cuaca ekstrem pernah terjadi sejak tahun 2014 hingga 2021. Dimana terjadi kekeringan dalam waktu yang cukup lama dan suhu udara sangat tinggi yang menyebabkan ternak sapi dan kerbau mati akibat kekurangan air dan pakan. Sawah menjadi kering. Masyarakat pun gagal panen. Demikian juga petani hortikultura. Mengalami gagal panen, tanaman padi dan sayur-sayuran rusak. Para petani menjadi rentan untuk jatuh miskin karena kehilangan sumber penghidupan utama.
“Maka sebaiknya pemerintah daerah dan Yayasan Ayo Indonesia melalui program VICRA nanti mampu meningkatkan pengetahuan atau kapasitas petani terkait perubahan, menentukan aksi adaptasi, mitigasi dan teknologi tepat guna untuk mengurangi dampak dari perubahan iklim, agar petani tetap berproduksi dan mereka menjadi petani yang tangguh,” saran Nerdi.
(dp/krr)