Kupang – Pada hari Selasa, 21 Februari 2023, Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) Josef Nae Soi melaunching buku Falsafah Hidup Viktor B. Laiskodat di Sasando International Hotel.
Buku yang disusun oleh Pius Rengka itu merupakan percikan permenungan atau ucapan-ucapan Gubernur Viktor pada berbagai kesempatan dan tempat.
Awalnya, ia tidak cukup peduli. Lantaran ucapan itu sporadik. Tidak dicatat. Hanya didengarkan. Sejenis letupan spontan yang diucapkan tanpa refleksi kritis yang mendalam. Tetapi Pius mengaku keliru.
“Inilah spiritualitas dasar dalam kepemimpinan kami.” Kata Viktor setelah ia memperoleh keterangan lebih serius makna dibalik ucapan-ucapannya.
Berikut ini adalah catatan Romo Dr. Oktovianus Naif yang hadir memberi komentar dalam acara tersebut:
“Ada kekayaan ilmiah, moral, spiritual, dan kekayaan kultural yang luar biasa.” Komentar Romo Dr. Oktovianus.
Keseluruhan buku
Doktor Oktovianus mengatakan buku ini menyinggung tiga kualitas manusia. Ia menyebut kualitas manusia yang valid dapat dilihat dalam struktur: epithumia, thumos dan logistikon.
Pertama, epithumia itu berelasi dengan kenikmatan yang merusak (nafsu kuasa, nafsu harta). Bahwa manusia mengejar hal-hal ini tanpa batas. Bahkan sampai merusakkan diri sendiri.
Seperti tertulis dalam buku: “Kenikmatan karena kebodohan itu adalah kefatalan yang tidak dapat dimengerti” (hal. 35).
“Buku ini mengingatkan kita semua tentang nafsu kuasa yang dapat merusak,” katanya.
Kedua, thumos berkaitan dengan hasrat akan rasa hormat, harga diri, dan integritas (hal. 26). Thumos itu merangsang jiwa berani dan memberontak ketika melihat sesuatu yang mengecewakan (lihat hal. 17, 50, 55).
Menurutnya, ini berkaitan keberanian pemimpin “melabrak” untuk menentang apa yang tidak cocok dengan kemaslahatan atau kepentingan umum.
Ketiga, logistikon adalah bagian jiwa terbaik dan itu berelasi dengan arête atau virtu atau Sophia atau kebijaksanaan atau keutamaan hidup.
Keutamaan itu berkaitan erat dengan kebaikan, kebenaran dan keindahan. Dan ketiganya termuat dalam buku Falsafah Hidup Viktor B. Laiskodat.
Buku ini menjadi bukti bahwa ia itu pemikir
Buku dan isinya merupakan bukti bahwa Viktor Laiskodat adalah pemikir. Sekaligus pendobrak. Pendobrak pikiran. Pikiran lama yang tertanam sangat dalam. Seperti pikiran yang mengatakan, “Eee katong dari dulu bagini su.” Kata Romo Oktovianus.
Viktor Laiskodat kata Romo Oktovianus sedang melakukan thinking on thinking atau berpikir tentang berpikir. Bahwa dia memikirkan pikiran yang lama ada dan kemudian merumuskannya dengan pikiran yang baru. Yang sesuai konteks kehidupan yang kekinian.
Kecuali itu, ia menjelaskan orang NTT lebih banyak “pikiran” dibanding berpikir. “Sedikit sedikit eehhh saya ini kepikiran.”
Viktor dalam buku itu mengajak semua orang untuk ikut berpikir tentang kemajuan dan pembangunan di NTT.
Hidup selamanya dalam tulisan
Doktor Oktovianus menjelaskan, di hadapan Senat Romawi Kaiser Titus berkata: Verba Volant scripta manent—yang terucap akan sirna, yang tertulis akan abadi.
Apa yang terekam juga akan menjadi abadi. “No documents no history,” katanya.
Menurut Romo Oktovianus, para pemikir brilian tidak menyukai berpikir tentang umur panjang tetapi mereka berpikir tentang hidup abadi di dalam buku-buku.
Bahwa manusia bisa mati, namun kebijaksanaan hidup selamanya. Sementara Viktor Laiskodat hendak menjadi menjadi penyuluh yang menerangi jalan setapak kebenaran, kebaikan dan keindahan melalui pengetahuan yang abadi.
Kepemimpinan
Doktor Oktovianus menjelaskan tentang posisi kepemimpinan:
Posisi formal: bawahan mengikutinya karena suka tidak suka mereka harus melakukan demikian demi “keselamatan diri”.
Permisi/izin/relasi: bawahan mengikutinya karena mereka sendiri mau melakukan itu. Bawahan mengizinkan pemimpin untuk menuntun mereka karena mereka telah mengenal sifat dan karakternya yang menghargai dan menghormati martabat mereka sebagai manusia.
Produksi/hasil: bawahan mengikuti pemimpin karena pemimpin itu kontributif: memberi contoh dalam bekerja, menemani dalam bekerja, dan mendorong mereka untuk terus bekerja demi institusi. Bawahan mengikuti pemimpin karena apa yang telah ia lakukan bagi institusi.
Reproduksi/pengembangan/pemberdayaan manusia: bawahan mengikuti pemimpin karena bekerja keras dan cerdas untuk mengembangkan dan memberdayakan orang lain dalam aneka aspek kehidupan. Bawahan mengikuti pemimpin karena ia fokus menyiapkan calon-calon pemimpin hebat untuk hari esok alias reproduksi kepemimpinan.
Kedirian/respek: bawahan mengikuti pemimpinnya karena siapa dirinya dan apa yang direpresentasikannya: ia menghabiskan waktu dan energinya untuk mengembangkan institusi, mengembangkan dan memberdayakan orang lain, menyejahterakan masyarakat luas (otak penuh, perut penuh dan dompet penuh). Ini pemimpin yang mengagumkan.
“Silahkan baca buku ini dan temukan ia ada di mana,” kata Romo Oktovianus sambil mengajak tamu undangan untuk membaca buku tersebut.
Doktor Oktovianus menekankan, leadership is not about position, but disposition.
Artinya, kita bisa memberikan sebuah posisi tertentu kepada seseorang namun kita tidak dapat memberikan kepadanya disposisi atau keutamaan atau kepemimpinan sejati kepadanya.
“Menjadi pejabat itu bukan suatu kehormatan melainkan sebuah panggilan untuk memuliakan kehidupan. Karena itu menjadi pemimpin itu berarti memikul penderitaan rakyat agar rakyat jadi mulia… bukan pejabat atau gubernur yang mulia,” katanya mengutip falsafah hidup Viktor Laiskodat di halaman 46-49.
Politik dan pemerintahan
Menurut Romo Doktor Oktovianus, politik dan pemerintahan mempunyai substansi yang sama: menjadikan rakyat itu sehat jiwa raga, sejahtera lahir dan batin, pintar dan cerdas, berakhlak dan bermoral (jauh dari kejahatan terstruktur sistematis).
Sebagaimana yang tertulis dalam buku: “Kita butuh politisi dan pemerintah yang sehat. Politik dan pemerintah yang sehat itu punya spirit transparan, akuntabel, responsif, integritas mumpuni, dan fair” hal 40,95.
“Politik itu bukan jumlah dan bukan semata kepentingan… bukan juga balas jasa dan balas dendam melainkan menolong rakyat supaya ada rumah, ada makanan, ada edukasi, ada sanitasi, ada rekreasi… mereka bisa senyum… bisa tertawa… itulah substansi politik” hal 69.
“Dan kiranya para politisi tidak masuk dalam kategori ‘baramuli’—barisan para mulut liar.”
Kemiskinan
Realitas sumberdaya alam dan eksotisme pariwisata di NTT adalah sebuah kekayaan. Namun kita butuh kerja keras, berpikir mendalam dan mendasar, menemukan solusi dan membebaskan dari belenggu kemiskinan.
Romo Oktovianus mengatakan, kemiskinan adalah tontonan, tantangan, dan tuntunan.
Fakta menyebutkan, ada yang kaya melimpah ruah dan ada yang miskin bertumpah ruah.
“Tontonan sekaligus tantangan mahasusah di NTT adalah kemiskinan natural, kultural dan kemiskinan struktural.”
“Tontonan dan tantangan ini meminta tuntunan pemimpin dan pemerintah karena pemimpin memiliki lebih banyak sumber daya untuk menolong (51) dan berintegritas tidak suka melihat kemiskinan, ketidakadilan dan korupsi,” lanjutnya mengutip tulisan di halaman 79.
Terakhir, Romo Oktovianus melihat buku ini memiliki kekuatan untuk membangun. Sebab itu disarankannya bagi yang berkemampuan, dari 10 bab/tema buku ini dibuatkan atau dikembangkan dalam masing-masing 1 tema 1 buku.
(dp)