Keluarga dan Penyandang Disabilitas Diajar untuk Melek Keuangan

difabel 1
Suasana pelatihan melek keuangan oleh Yayasan Ayo Indonesia bersama Forum Pastoral Inklusi Paroki Santo Pio Langke Majok. Foto/RR.

Ruteng, detakpasifik.comYayasan Ayo Indonesia dan Forum Pastoral Inklusi Paroki Santo Pio Langke Majok menyelenggarakan pelatihan tentang melek keuangan untuk 20 orang peserta, yang terdiri dari para penyandang disabilitas dan pengasuhnya, serta pengurus forum inklusi pada Rabu (26/5/2021).

Koordinator Program Disabilitas Yayasan Ayo Indonesia, Yohanes Nerdi mengatakan, pelatihan melek keuangan ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan peserta tentang pengelolaan keuangan.

Sejak tahun 2018, kata Nerdi, Yayasan Ayo Indonesia bekerja sama dengan Paroki Langke Majok untuk memberi perhatian serius kepada keluarga penyandang disabilitas (pengasuh) dan para penyandang disabilitas dengan melaksanakan beberapa kegiatan.

Antara lain melakukan pendataan tentang jumlah dan kondisi sosial ekonomi dari para pengasuh dan penyandang disabilitas, membentuk komunitas disabilitas di 6 desa, memfasilitasi pembentukan forum pastoral inklusi, melatih para penyandang disabilitas dan pengasuhnya: cara membuat tempe, sari temulawak dan mengembangkan usaha sayur-sayuran untuk tujuan peningkatan gizi dan pendapatan ekonomi.

Kegiatan ini diselenggarakan, jelas Nerdi untuk mengatasi persoalan terkait pengelolaan keuangan. Pelatihan ini mengacu pada hasil survei sederhana yang dilaksanakan empat hari sebelum pelatihan dilakukan.

Survei tersebut bertujuan untuk mengetahui sumber pendapatan, jumlah pendapatan, jumlah dan jenis pengeluaran pada dua tahun terakhir dari para pengasuh dan penyandang disabilitas. Dari hasil analisis survei itu menunjukkan, sebagian besar pengasuh dan penyandang disabilitas mengalami kekurangan uang cukup besar selama 2 tahun terakhir akibat dari besarnya pembelanjaan atau pengeluaran pembelian sembako, pendidikan, kesehatan, urusan adat dan kegiatan sosial kemasyarakatan.

“Setelah dibandingkan antara jumlah pemasukan dan pengeluaran dari para responden disimpulkan bahwa mereka mengalami defisit keuangan. Dengan demikian secara finansial mereka tidak aman,” ungkap Nerdi.

Dia berharap pada akhir pelatihan ini, masing-masing peserta akan menyusun rencana kerja yang fokus pada kegiatan produktif guna meningkatkan sumber dan jumlah pendapatan serta mendorong peserta untuk mulai hidup hemat dan bijaksana menggunakan uang.

Hal ini dilakukan dengan meniadakan pembelanjaan yang tidak berorientasi kepada kebutuhan, dan menabung sebagian pendapatannya ke koperasi kredit yang berbadan hukum.

Klik dan baca juga:  Atasi Perubahan Iklim, Yayasan Ayo Indonesia Jalin Kerja Sama dengan Pemkab Manggarai Timur
whatsapp image 2021 05 31 at 00.44.25
Peserta pelatihan melek keuangan. Foto/RR.

Ketua Forum Pastoral Inklusi, Yohanes Madji, dalam sambutannya membenarkan apa yang disampaikan oleh koordinator program disabilitas. Di mana dari hasil survei membuktikan, secara keuangan para peserta sebenarnya tidak aman dan hal ini bisa dimanfaatkan oleh para pemilik uang yang sering menjual jasa pinjaman dengan bunga tinggi di desa.

Jika tidak diatasi, maka berpotensi terjadinya persoalan seperti penjualan tanah, ijon, dan suami atau istri akan meninggalkan keluarganya untuk menjadi pekerja migran ke luar daerah.

Situasi kekurangan uang yang dialami oleh para pengasuh dan penyandang disabilitas, kata Yohanes, sudah diketahui pada awal program di tahun 2018. Karena itu, Paroki Langke Majok, forum pastoral inklusi bersama Yayasan Ayo Indonesia melakukan upaya pemberdayaan ekonomi kepada para pengasuh dan penyandang disabilitas dengan mendorong mereka memproduksi tempe, temu lawak dan sayur-sayuran guna peningkatan gizi dan ekonomi.

Untuk mencapai tujuan tersebut, Yayasan Ayo Indonesia menempatkan satu staf pendamping yang berperan sebagai tenaga teknik pertanian, animator dan motivator di Paroki Langke Majok. Staf ini dalam menjalankan tugas pendampingannya, juga dibantu oleh pengurus forum pastoral inklusi.

“Beberapa orang dari peserta pelatihan ini sudah mulai menanam sayur-sayuran, memelihara ayam dan babi serta menenun kain sarung. Khusus untuk keluarga yang menanam sayur-sayuran mereka sering mengalami kendala, seperti kekurangan air pada musim kemarau dan bahan baku pupuk organik berupa kotoran ternak. Sehingga kontinuitas produksi terganggu. Jumlah ternak babi yang dibantu oleh Yayasan Bina Swadaya sebanyak 8 ekor didrop bulan Februari 2021 pun belum mampu mencukupi ketersediaan pupuk kandang,” tutur Yohanes, yang berprofesi guru ini.

Menurut Yohanes, pelatihan melek keuangan sangat penting untuk membuka wawasan peserta agar berpikir produktif dan hemat dalam menggunakan uang. Pun membiasakan diri untuk menabung.

Sementara itu, Pastor Paroki Santo Pio Langke Majok, Romo Don Lagus, Pr menegaskan, terselenggaranya pelatihan ini merupakan bentuk perhatian atau keberpihakan gereja kepada para penyandang disabilitas yang memiliki hak yang sama untuk mendapat pelayanan sosial ekonomi dengan orang lain yang bukan penyandang disabilitas.

Klik dan baca juga:  Seminari Tinggi Ledalero Mengutus 43 Orang Frater ke Tempat Praktik Pastoral

“Saya senang teman-teman telah bergabung dalam forum pastoral inklusi, wadah ini paling tidak memiliki kesadaran sama untuk terus memperjuangkan hak sosial ekonomi para penyandang disabilitas. Pelatihan melek keuangan ini diharapkan dapat merubah pemahaman peserta tentang manfaat uang, yaitu salah satunya adalah uang harus produktif dan berdaya guna untuk menunjang kehidupan,” ungkap Romo Don.

Melek keuangan untuk meningkatkan cara berpikir produktif

Richard Urut, narasumber pelatihan mengingatkan para peserta untuk hati-hati terhadap produk relasi sosial khas Manggarai yang berdampak pada pengeluaran keluarga. Seperti ikut berkontribusi pada acara pengumpulan dana biaya pernikahan dan sekolah dari keluarga, kerabat atau kenalan.

Jumlah acara tersebut cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Demikian juga dengan jumlah rupiah yang dikeluarkan. Padahal, jumlah pendapatan keluarga cenderung menurun karena hasil pertanian menurun dan tidak ada permintaan pasar terhadap kain sarung selama masa pandemi Covid-19.

difabel 3

Data hasil survei pendapatan dan pengeluaran dari peserta menyatakan, defisit keuangan dengan angka relatif besar telah terjadi baik pada pengasuh maupun yang dialami oleh penyandang disabilitas.

Maka yang perlu dilakukan ke depan, saran Richard adalah meningkatkan jumlah pendapatan dengan memanfaatkan lahan tidur (aset) untuk ditanami sayur-sayuran dan jahe. Jika ada uang dari hasil pertanian serta buruh harian maka minimal 30 persen dialokasi untuk ditabung di koperasi kredit pada jenis simpanan non saham, seperti Simpanan Bunga Harian (Sibuhar), Simpanan Sukarela Berjangka (Sisuka) dan Simpanan Masa Depan (SIMAPAN).

Ketiga jenis simpanan tersebut bisa dijadikan sumber pendapatan pasif (passive income) sebab bunga simpanannya menjanjikan.

Merlinda Dumbung, salah satu peserta pelatihan mengungkapkan, pelatihan ini menyadarkannya untuk berpikir produktif dalam mencari uang sesuai dengan kemampuannya. Ia pun berkomitmen aktif menjadi anggota koperasi kredit, agar mudah mendapatkan modal dan bisa menyimpan sebagian penghasilan untuk masa depan tiga orang anaknya.

Klik dan baca juga:  Membangun Manusia Pembangun di Desa Kaeneno TTS

Upaya meningkatkan sumber pendapatan sudah dilakukan oleh perempuan 33 tahun ini sejak tahun 2020. Meski ia mengalami disabilitas jenis gangguan fisik. Sejak lama ia menenun kain sarung sebagai salah satu penopang ekonomi keluarganya.

Namun, selama masa pandemi ia berhenti menenun karena tidak ada pembeli. Biasanya setiap bulan dia menjual 2 lembar kain tenun dengan pendapatan Rp750.000. Sekarang ia hanya membuka kios kecil yang dimodali oleh salah satu koperasi kredit untuk mempertahankan hidup bersama tiga orang anaknya. Sedangkan suaminya sudah setahun lebih bekerja di Kalimantan.

“Saya berharap pemerintah memberi perhatian kepada kami para penenun saat ini untuk membantu pemasaran,” katanya.

Ketua Kelompok Disabilitas Tungku Mose Jaong, Oskarius Kandar mengatakan, pelatihan ini memotivasi dia untuk lebih semangat lagi mendorong anggota kelompoknya dalam kegiatan produktif seperti menanam sayur-sayuran dan usaha bersama simpan pinjam (UBSP).

difabel 4
Ketua Kelompok Disabilitas Tungku Mose Jaong, Oskarius Kandar. Foto/RR.

Menurut dia, persoalan rendahnya pendapatan dari anggota kelompok mesti diatasi dengan cara menanam sayur-sayuran, memelihara ternak babi dan ayam. Maka pendampingan dinilai sangat penting.

“Saya membantu para penyandang sebagai pekerja sosial sebab spirit yang sedang saya bangun adalah mendorong berbaik pihak untuk memberi perhatian bagi keluarga difabel dengan memberdayakan mereka secara sosial ekonomi,” ujar guru muda ini.

Diketahui, jumlah penyandang disabilitas di 6 desa wilayah Paroki Santo Pio Langke Majok sebanyak 160 orang. Dalam pemberdayaannya, pelatihan ini secara pendanaan didukung oleh Yayasan LNR Indonesia.

 

Kontributor: RR

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *