Oelanisa, Kupang, detakpasifik.com – Jalan menuju Oelanisa, Desa Baumata Timur, Kabupaten Kupang, buruk sekali. Jarak tempuh dari Dusun Baumata, 13 km, waktu tempuh 45 menit. Jalan berlubang, kerikil terlontar, debu, dan sempit.
Sudah 70 tahun rakyat di situ belum terbebaskan. Hasil pertanian dijual ke Kupang, dengan ongkos angkut sedikitnya Rp60.000 pp. Tempat ibadah pun remuk dihajar Seroja, 5 April 2021 silam. Menurut pengakuan seorang tokoh masyarakat di situ, selama 70 tahun Indonesia merdeka, dan telah 62 tahun Provinsi NTT, belum ada gubernur berkunjung ke sana.
Begitulah, Gubernur NTT, Viktor B Laiskodat bersama rombongan kecil Jumat (17/9/2021) pergi ke sana karena diundang oleh umat gereja Baith El. Undangan itu terkait pula dengan peletakan batu pertama gereja berukuran 15 kali 20 meter yang remuk dihajar badai Seroja.
Gubernur NTT, Viktor B Laiskodat didaulat untuk memberikan refleksi teologis melalui sambutan pengantar sebelum acara peletakan batu pertama. Refleksi Gubernur sebagaimana berikut ini.
Menolong Rakyat
Kewajiban utama pemerintah adalah menolong rakyatnya. Karena itu satu-satunya optio fundamentalis (pilihan dasar yang mendasar) yang merupakan kewajiban pemerintah adalah bekerja keras membebaskan rakyat dari aneka jenis dan bentuk penderitaannya.
Tak ada cara lain yang lebih tepat, kecuali pemerintah dengan segala cara berbuat baik untuk satu-satunya kepentingan. Satu-satunya kepentingan itu yaitu membebaskan rakyatnya dari aneka jenis dan bentuk penderitaan.
Karena itu, setiap pegawai negeri, pejabat publik, bupati, gubernur dan aparatus negara harus bekerja dalam terang dan semangat moral seperti itu.
Gubernur Viktor B Laiskodat menegaskan hal itu dalam refleksinya tentang makna iman kepada Jesus Kristus. Refleksi iman yang disiarkan di depan ratusan umat sesaat sebelum melakukan peletakan batu pertama Gereja Baith El Oelanisa, di Desa Baumata Timur, Kecamatan Taebenu, Kabupaten Kupang, Jumat (17/9/2021) itu disambut keheningan agung di tengah lambaian angin dari perbukitan.
Baca juga: Pembangunan Jalan Menuju Pembebasan Rakyat dari Penjara Jalan
Tak hanya umat Kristen di wilayah itu yang ikut mendengar. Hadir pula pada kesempatan itu antara lain Wakil Bupati Kupang Jefry Manafe, Wakil Ketua DPRD Kabupaten Kupang dari Nasdem, Sophia Malelak, Sekretaris Sinode GMIT, Kasrem 161 Wirasakti Kupang, Staf Khusus Gubernur NTT, Prof Daniel Kameo, PhD dan Pius Rengka.
Pada kesematan itu, Gubernur Viktor membagi refleksi teologisnya terutama makna imannya kepada Sang Juru Selamat, Yesus Kristus. Menurut Viktor, manusia Kristen yang percaya Yesus Kristus, haruslah berbuat baik kepada orang lain.
Perbuatan baik itu merupakan praksis esensial iman Kristen. Berbuat baik kepada sesama manusia sesungguhnya bukan hanya karena orang Kristen sedang membebaskan orang lain dari lilitan penderitaannya, tetapi juga orang Kristen berbuat baik untuk menolong diri sendiri.
“Jadi, bagi para pengikut Yesus, menolong diri sendiri adalah dengan cara berbuat baik kepada orang lain. Karena itu, saya dalam kapasitas dan kesempatan saya sebagai Gubernur NTT, berjuang terus berbuat baik kepada rakyat NTT tak hanya untuk membebaskan rakyat NTT dari segala jenis dan macam penderitaan yang dialaminya, tetapi juga supaya saya menolong diri sendiri, agar Yesus juga percaya saya,” ujarnya.
Kata Viktor, amat sangat sering dikatakan: “Kita percaya Tuhan Yesus sebagai juru selamat kita”. Tetapi pertanyaannya, bagaimana Anda membuktikan bahwa Anda dipercaya Yesus?
Menurut Viktor, tak ada cara lain untuk mendapatkan kepercayaan Tuhan Yesus. Caranya? Menolong orang yang tertindas, terbelakang, terpinggirkan, lapar, sakit dan terpenjara. Dalam konteks pembangunan, penjara yang dimaksudkan adalah infrastruktur buruk, pelayanan kesehatan tidak maksimal, penjara pertanian dan perikanan. Peternakan tidak maju dan banyak lagi penjara yang dialami rakyat NTT.
Makna Rumah Ibadah
Apa itu rumah ibadah? Tanya Viktor yang dijawabnya sendiri adalah begini: Makna rumah ibadah itu sebagai tempat di mana ajaran kebenaran dan pembebasan Tuhan diperkenalkan. Ajaran pembebasan diperkenalkan tak hanya dalam konteks teologis semata, tetapi juga dalam konteks kehidupan riil pragmatis setiap hari.
Karena itu, tempat ibadah adalah tempat manusia beriman mendapatkan ketenangan, penerangan dan pencerahan. Dengan demikian umat beriman akan mendapatkan pembebasan terutama dari kegelapan pengetahuannya tentang iman.
“Menurut saya, ajaran Tuhan itu mengandung visi misi pembebasan umat manusia dan alam semesta. Visi Tuhan itu Cinta Kasih Untuk Keselamatan Umatnya, tetapi misi dan program kerja Tuhan adalah pembebasan manusia riil dari penderitaannya dan penjara pengalaman sosial yang dialaminya dalam berbagai wujud. Karena itu, keselamatan hanya ada pada jalan yang ditunjuk-Nya. Sebab Yesus itu adalah pokok anggur,” ujarnya seperti berkotbah dalam hening nyaris sempurna.
Jesus telah berpesan dengan isyarat jelas. Isyarat tentang orang-orang lapar, haus telanjang, asing dst… Pesan itu adalah jalan yang harus ditempuh dan dibebaskan. Itulah tugas manusia supaya Yesus pun percaya manusia.
Targetnya, adalah orang terhina dan terpinggirkan. Maka kerja kita adalah kerja membebaskan kaum derita. Karena itu, gereja harusnya menjadi tempat Tuhan memberikan kabar pembebasan manusia sekaligus menjadi tempat manusia membangun gerakan pembebasan seturut ajaran Yesus, jelas Viktor.
Ditegaskannya: “Jika Anda menolong orang lain bukan karena Anda orang baik, tetapi karena Anda sedang menolong diri sendiri. Jika Anda tidak berbuat baik kepada orang lain, sesungguhnya Anda sedang memenjarakan diri sendiri. Tidak mungkin Anda bisa dipercaya Yesus, meski Anda berkali-kali mengatakan percaya Yesus”.
Karena itulah, proyek keselamatan manusia adalah proyek iman. Semua kerja pemerintah, siapa pun yang terlibat di dalamnya, adalah keterlibatan dalam proyek iman. Maka kerja kolaborasi yang selalu saya serukan dan tekankan kepada seluruh staf di Kantor Gubernur adalah kerja dengan dan bersama orang lain yang melibatkan Tuhan di dalamnya terutama dalam konteks pembebasan manusia dari seluruh deritanya. Kita diminta untuk membangun gerakan pembebasan.
Pintar Itu Perlu
Namun, kata Gubernur, bagaimana mungkin kita sanggup menolong orang lain jika kita bodoh? Bagaimana mungkin Anda dijadikan sahabat dalam perjalanan pembebasan jika Anda hanya santai tidak melakukan apa-apa? Bagaimana mungkin Anda menjadi sahabat Yesus jika Anda korup, maling dan kerja main-main?
Kita harus pintar agar kita sanggup menolong orang lain. Masyarakat kita pun perlu kaya agar kita pun dapat menolong orang lain. Bagaimana mungkin Anda membebaskan orang lain sementara Anda bodoh, miskin, maling dan penyakitan?
“Saya telah sering menyerukan kepada semua pihak, bahwa benar tantangan kita sangat besar terutama paska badai Seroja dan Covid-19. Tetapi kita sejengkal pun tidak boleh mundur. Kita harus kerja keras, dan harus terus terjun ke lapangan melihat dan merasakan langsung pengalaman derita rakyat dan umat,” ujarnya.
Baca juga: Covid-19, Seroja dan Pembangunan di NTT
Itulah sebabnya saya selalu mengajak anak muda berpikir dan bertindak positif, bekerja keras dan serius serta berjuang melakukan hal-hal terbaik dalam hidup ini. Anak muda harus membangun diri dan membawa NTT menatap masa depan.
Pada akhirnya, Viktor B Laiskodat dalam renungan dan refleksi imannya mengatakan, membangun rumah ibadah bukan hanya untuk membangun tempat bersekutu dengan Tuhan dan sesama manusia, tetapi membangun rumah ibadah sebagai tempat yang layak untuk mewartakan rencana Tuhan sesuai signifikansinya dengan kehidupan riil umat manusia di sini dan kini.
Karena itu, mereka yang membawakan kabar gembira haruslah orang terpelajar, pengajar yang bagus, memiliki pengetahuan luas dan sanggup menyiarkannya dengan bahasa yang pas dengan kemampuan umat. (pr)