Kupang, detakpasifik.com – Pemuda Katolik Nusa Tenggara Timur sedang mempertimbangkan untuk datang ke Polda NTT dalam beberapa hari ke depan.
Rencana kedatangan Pemuda Katolik ke Polda itu rupanya terkait rekaman suara Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe yang diduga mengandung provokasi SARA dan viral pada Sabtu (29/5/2021).
Dalam rekaman itu, Yeskiel Loudoe menyinggung peserta demo di Kantor DPRD Kota Kupang pada Kamis (27/5/2021) lalu keseluruhannya adalah orang Flores beragama Katolik dan menuntut dirinya yang beragama Kristen Protestan turun dari jabatan Ketua DPRD Kota Kupang.
“Pemuda Katolik Nusa Tenggara Timur akan mempertimbangkan mendatangi Kapolda dan Kapolresta beberapa waktu ke depan untuk hal di maksud,” kata Ketua Pemuda Katolik NTT, Agus Payong Boli, Minggu (30/5/2021) malam.
Wakil Bupati Flores Timur tersebut mengatakan, pernyatakan Ketua DPRD Kota Kupang yang kemudian viral itu mengandung provokasi SARA. Hal tersebut menurutnya berpotensi terjadinya radikalisme agama dan kecemasan publik.
“Pernyataan provokasi SARA yang berpotensi membuat radikalisme agama, kerusuhan sosial umat Katolik dan Protestan dan kecemasan publik beberapa waktu lalu yang telah beredar luas di media sosial sudah masuk kategori pidana. Hal ini diperkuat dengan pernyataan klarifikasi Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe tanggal 30 Mei 2021,” kata Agus Boli.
Menurut Agus, provokasi SARA adalah musuh terbesar bangsa Indonesia. Ia mengingatkan bahwa Provinsi NTT memiliki pengalaman buruk, di mana pada tahun 1998 pernah terjadi kerusuhan di Kota Kupang yang dipicu sentimen agama.
Karena itu, ia meminta partai PDI-Perjuangan segera mengevaluasi kedudukan dan posisi Yeskiel Loudoe sebagai Ketua DPRD Kota Kupang.
“Meminta partai tempat yang bersangkutan berasal mengevaluasi posisi dan kedudukan yang bersangkutan,” katanya.
Ia juga berharap agar Badan Kehormatan DPRD Kota Kupang segera menyelidiki Yeskiel Loudoe karena dianggap telah melanggar sumpah jabatan dan kewajiban untuk menjaga keutuhan nasional dan daerah sesuai UU No 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD.
Pemuda Katolik NTT juga mendesak kepolisian menyelidik dan menyidik Ketua DPRD Kota Kupang sesuai Surat Edaran Kapolri No.SE/6/X/2015 tentang Penanganan Ujaran Kebencian karena ucapan provokasi SARA itu dianggap melanggar KUHP, UU Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis pasal 4, UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal 28 dan pasal 45.
“Selain itu secara moril dan materil yang bersangkutan sebagai pejabat publik mesti menjaga toleransi dan keutuhan wilayah bukannya mengadu domba politik dengan ucapan SARA agama Katolik dan Protestan serta Flores dan wilayah lain,” ungkapnya.
Minta Maaf
Ketua DPRD Kota Kupang, Yeskiel Loudoe telah menyatakan permohonan maaf kepada umat Katolik dan etnis Flores terkait rekaman percakapannya itu.
Ia mengatakan, pernyataan itu hanya untuk menjawab pertanyaan awak media terkait kahadiran peserta demo di DPRD Kota Kupang yang tidak memiliki identitas kependudukan dan tidak bermaksud untuk melecehkan agama atau etnis tertentu.
Ia juga menyebut rekaman suara itu adalah hasil potongan dan telah diedit oleh kelompok tertentu untuk menciptakan keresahan di Kota Kupang.
“Dalam kesempatan ini, sebagai pimpinan Ketua DPRD Kota Kupang, saya mengatakan secara pribadi dan sebagai Ketua DPRD Kota Kupang, keluarga, menyampaikan permohonan maaf kepada pimpinan umat Katolik, mulai dari uskup, pastor, dan para kepala tokoh etnik, suku Flores dan segenap umat Katolik apabila yang telah dipublikasikan oleh seseorang di medsos adalah sebuah kekeliruan. Demikianlah klarifikasi yang saya buat. Terima kasih,” kata Yeskiel Loudoe di Sekretariat DPD PDI-P NTT di Jalan Piet A Talo, Kelurahan Oesapa Selatan, Kecamatan Kelapa Lima, Kota Kupang, Minggu (30/5/2021).
(dpasifik)