Kupang, detakpasifik.com – Hunian tetap (huntap) atau rumah baru bagi warga relokasi yang terdampak badai siklon tropis Seroja di Kota Kupang mulai dikerjakan.
Pengerjaannya ditandai dengan peletakan batu pertama, Senin (5/07/2021) lalu.
Hadir dalam acara peletakan batu pertama pembangunan hunian baru itu adalah Wali Kota Kupang, Jefri Riwu Kore, Kepala Balai Prasarana Permukiman Wilayah (Balai PPW) Provinsi Nusa Tenggara Timur, Herman Tobo, Kepala Balai Pelaksana Penyediaan Perumahan (P2P) Nusa Tenggara II, Yublina D. Bunga, Pimpinan Perangkat Daerah Lingkup Kota Kupang, Para Camat dan Lurah.
Program kegiatan pembangunan relokasi permukiman itu merupakan bantuan pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Pemerintah Kota Kupang sebelumnya memang telah menyurati Kementerian yang direspons dengan merealisasi pembangunan huntap.
Dari sejumlah usulan relokasi yang disampaikan Jefri Kore, disetujui 172 unit rumah yang akan dibangun sesuai lahan yang tersedia dan disiapkan oleh Pemerintah Kota Kupang. Pembangunan hutap ini berlokasi di Naituta, Kelurahan Manulai II, Kecamatan Alak, Kota Kupang.
Jefri dalam sambutannya menyampaikan terima kasih kepada pemerintah pusat atas respons sehingga pembangunan hunian tetap bagi warga relokasi yang terdampak badai Seroja pada April lalu dapat terealisasi.
“Pemkot Kupang terus berusaha bersama pemerintah pusat untuk membantu saudara-saudara kita yang terdampak badai siklon Seroja dan pembangunan rumah layak huni kali ini akan diberikan kepada 172 penerima dengan estimasi pembangunan selama 5 bulan, untuk itu saya berharap bagi penerima untuk bersabar dan marilah kita doakan agar pembangunan berjalan lancar serta dapat rampung sesuai jadwal,” ungkap Jefri.
Ucapan yang sama juga disampaikannya kepada Balai PPW dan P2P yang telah membantu memperjuangkan usulan Pemkot Kupang ke pemerintah pusat bagi penanggulangan korban badai Seroja.
Jefri menjelaskan, penanganan rumah warga pasca bencana Seroja dikualifikasi menjadi tiga jenis kerusakan yaitu, ringan, sedang dan berat. Untuk penanganan kategori rusak berat sebagian direlokasi karena tempat tinggal korban sudah tidak bisa dihuni sehingga digantikan dengan hunian tetap yang mulai dikerjakan saat ini.
Sedangkan bagi masyarakat yang masuk dalam kategori rusak sedang dan ringan akan diproses penggantiannya oleh pemerintah pusat yang hingga saat ini belum terealisasi karena masih dalam proses dan tahapan evaluasi.
“Saya sudah ingatkan kepada para lurah dan camat agar memastikan lokasi tempat tinggal warga yang sudah tidak bisa dihuni lagi, dipastikan tidak ada yang menempati lagi karena lokasinya rawan bencana dan warganya telah direlokasi ke tempat yang baru. Namun, lokasi tersebut akan ditata agar hijau kembali,” ujar Jefri.
Sementara itu, Kepala Balai PPW NTT, Herman Tobo mengatakan, pembangunan rumah hunian tetap ini dikerjakan dengan prinsip “Build Back Better”, menggunakan teknologi RISHA (Rumah Instan Sehat Sederhana) yang memiliki keunggulan tahan gempa, dibangun lebih cepat dan bisa dikembangkan.
“Rumahnya tipe 36 dengan luas tanah 108m² (9×12) dan dilengkapi prasarana dasar permukiman antara lain jaringan air bersih, jalan lingkungan dan fasilitas umum lainnya dan diharapkan pembangunan rumah dan prasarana pendukungnya ini dapat diselesaikan dalam 5 bulan ke depan,” kata Herman.
“Harapannya kepada pemerintah daerah dan masyarakat antara lain; kawasan permukiman lama dijaga untuk tidak dihuni lagi dan apabila dimanfaatkan hanya difungsikan selain pemukiman untuk menghindari potensi bencana serta disiapkan pengelolaan pasca selesainya pembangunan hunian tetap nanti seperti pengelolaan sampah, pemeliharaan fasilitas pendukungnya, penghijauan lingkungan dan lain-lain,” tutup Herman.
Penulis: Juan Pesau