Kupang, detakpasifik.com – Pemerintah pusat dan daerah mendesain pembangunan kawasan wisata Tana Mori di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT menjadi penggerak roda ekonomi baru.
Pada Mei mendatang, Tana Mori menjadi lokasi Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-42 ASEAN Summit 2023. Hal ini akan semakin menunjang perekonomian masyarakat di sekitar kawasan, dan membangkitkan sektor pariwisatanya.
“Lokasi ini harus mampu menjadi penggerak pengembangan ekonomi pada masa yang akan datang,” kata Gubernur NTT Viktor Laiskodat saat meninjau perkembangan pembangunan berbagai fasilitas di venue pertemuan para pemimpin negara ASEAN itu, Selasa, 31 Januari 2023.
Diketahui, pembangunan dan pengembangan kawasan Tana Mori dilakukan oleh PT Pengembangan Pariwisata Indonesia (Persero) atau Indonesia Tourism Development Corporation (ITDC), BUMN pengembang dan pengelola destinasi pariwisata di Indonesia.
Pengembangan kawasan pariwisata seluas 20 ha yang merupakan bagian dari pengembangan kawasan KEK seluas 338 ha ini akan menyediakan fasilitas pertemuan dan akomodasi terintegrasi guna mendukung peningkatan kunjungan wisatawan ke Destinasi Pariwisata Super Prioritas (DPSP) Labuan Bajo.
Tana Mori memiliki berbagai macam spot pariwisata yang atraktif. Mulai dari alam hingga kebudayaan. Berhadapan langsung dengan Pulau Rinca yang termasuk ke dalam Taman Nasional Komodo yang merupakan situs warisan dunia UNESCO.
Ke depannya, kawasan ini akan dikembangkan menjadi kawasan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism) terintegrasi, yang dilengkapi fasilitas hotel dan resort berbintang, venue MICE berkelas dunia, pusat penelitian dan wisata edukasi komodo, wisata petualangan (adventure tourism), pelabuhan wisata dan penyeberangan serta fasilitas penunjang wisata lainnya.
Pariwisata dan pertanian
Pada kesempatan itu, gubernur kembali mengingatkan tugas pemerintah untuk meningkatkan hasil produktivitas pertanian masyarakat.
Pariwisata dan pertanian ibarat uang bermata dua. Tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Ia menjelaskan, jika lahan pertanian masyarakat belum dikelola maka yang dibutuhkan masyarakat adalah intervensi pemerintah agar tanah itu dapat diolah. Bukan saja bantuan traktornya.
“Karena kalau hanya diberi bantuan traktor, nanti traktor itu rusak, masyarakat tidak akan mampu perbaiki, sehingga akan dibiarkan terbengkalai.”
“Beda traktor tetap ada pada pemerintah sehingga dapat dikontrol perawatannya, ketika masyarakat membutuhkannya barulah pemerintah siap membantu mengolah tanah tersebut,” jelasnya.
Hal itu sangat penting karena memberi manfaat besar bagi masyarakat penyangga di Labuan Bajo dan sekitarnya untuk bersaing dan meningkatkan perekonomian melalui pengembangan pertaniannya.
Hadir mendampingi Gubernur Viktor Laiskodat, Kadis PUPR NTT Maxi Nenabu, Kadis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif NTT Zeth Sony Libing, Staf Ahli Gubernur Dr. Meserasi Ataupah, dan Komisaris Utama Bank NTT Juvenile Jodjana.
(dp)