Kupang, detak-pasifik.com- Kabupaten Sabu Raijua di Nusa Tenggara Timur (NTT) tengah dilanda peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) yang cukup signifikan. Hingga bulan Desember 2024, jumlah kasus DBD di daerah ini telah mencapai 479 kasus, dengan 10 orang dinyatakan meninggal dunia akibat penyakit tersebut. Angka ini menunjukkan lonjakan yang mengkhawatirkan, dan hingga awal Januari 2025, tercatat 34 kasus baru yang teridentifikasi di wilayah tersebut.
Melihat fakta ini, anggota DPRD NTT dari Fraksi Demokrat, Winston Neil Rondo, menyatakan keprihatinannya terhadap lambannya respons pemerintah Kabupaten Sabu Raijua dalam menangani wabah DBD. Menurut Winston, meskipun angka kasus sudah sangat tinggi dan menyebabkan banyak korban jiwa, pemerintah daerah terkesan tidak memberikan perhatian yang cukup cepat terhadap masalah ini.
“Kasus DBD di Sabu Raijua sudah mencapai 479 kasus hingga Desember 2024, dengan 10 orang meninggal dunia. Namun, baru kemarin pemerintah setempat mengumumkan status Kejadian Luar Biasa (KLB), sebuah langkah yang sangat terlambat,” ujar Winston dalam pernyataan resminya pada Selasa (7/1/2025).
Anggota legislatif yang juga merupakan wakil rakyat NTT ini mengungkapkan bahwa dirinya sudah mencoba berkomunikasi dengan Dinas Kesehatan Provinsi NTT untuk meminta perhatian lebih terhadap situasi ini. Namun, menurutnya, respons dari pemerintah kabupaten sangat lambat.
“Sudah lebih dari tiga pekan sejak saya berkomunikasi dengan dinas kesehatan provinsi, namun sepertinya di Sabu Raijua, pemerintah daerah yang lambat dalam mengambil tindakan. Bahkan, saya mendapat kabar bahwa ada 10 korban jiwa yang meninggal dunia akibat DBD, dan mereka harus dirujuk ke Kupang karena fasilitas medis yang terbatas di Sabu Raijua,” jelas Winston, dengan nada kesal.
Sabu Raijua, yang memiliki karakteristik sebagai daerah kepulauan dengan fasilitas kesehatan yang terbatas, hanya memiliki sedikit tenaga medis dan peralatan kesehatan yang kurang memadai. Menurut Winston, keterbatasan tersebut mengharuskan pasien DBD yang kondisinya semakin parah untuk segera dirujuk ke Kota Kupang, yang terletak cukup jauh dari Sabu Raijua.
“Di Sabu Raijua, fasilitas kesehatan sangat minim, bahkan tidak ada dokter spesialis. Banyak alat kesehatan dasar seperti alat untuk transfusi trombosit pun tidak tersedia. Semua pasien dengan kondisi berat harus dibawa ke Kupang,” tambahnya.
Situasi ini menjadi sorotan penting bagi pemerintah daerah dan provinsi. Menurut Winston, permasalahan ini bukan hanya masalah kesehatan masyarakat setempat, tetapi juga soal ketidakmampuan pemerintah dalam menyediakan sarana dan prasarana yang memadai untuk menangani wabah yang sudah mencapai tahap yang mengkhawatirkan ini.
Sebagai langkah lanjut, Winston berharap agar Dinas Kesehatan Provinsi NTT lebih aktif dalam memberikan bantuan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani wabah DBD di Sabu Raijua. Menurutnya, penanganan DBD di Sabu Raijua perlu menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah, karena tidak hanya Sabu Raijua yang terancam, tetapi potensi penyebaran wabah serupa juga ada di daerah lain di NTT.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan Kabupaten Sabu Raijua telah menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) untuk kasus DBD yang tengah melanda daerah tersebut. Menurut data yang dirilis oleh Dinas Kesehatan Sabu Raijua yang dikutip dari Pos Kupang, hingga Desember 2024, jumlah kasus DBD di daerah itu tercatat 479 kasus, sementara pada awal Januari 2025 jumlahnya telah bertambah menjadi 34 kasus baru.
Kondisi ini semakin memprihatinkan mengingat risiko DBD yang terus meningkat, sementara kapasitas rumah sakit dan tenaga medis di Sabu Raijua sangat terbatas. Hal ini semakin memperburuk upaya penanganan penyakit tersebut, dan semakin mendesak agar pemerintah segera mengambil langkah cepat untuk mengatasi krisis kesehatan ini.
Winston Rondo menegaskan bahwa penanganan masalah kesehatan seperti DBD memerlukan kerja sama antara pemerintah kabupaten, provinsi, serta pihak terkait lainnya. Tidak hanya fokus pada penanggulangan wabah, tetapi juga penyediaan fasilitas medis yang memadai agar nyawa masyarakat dapat diselamatkan.
Dengan kondisi yang semakin mengkhawatirkan ini, demikian Winston, diharapkan seluruh pihak terkait dapat segera memberikan perhatian lebih dan melakukan tindakan nyata demi menanggulangi wabah DBD di Kabupaten Sabu Raijua. (JP)