Catatan reputasi mereka diperlukan sebagai masukan untuk para pemilih agar memilih pasangan calon yang tepat secara kritis etis.
Oleh Pius Rengka, jurnalis detakpasifik.com
Empat kandidat wali kota siap berlaga pada ritus musiman pemilihan pemimpin Kota Kupang, menyusul kabar NasDem dan PKB mendukung George Hadjoh dan Walde Taek, PSI dan Gerindra mengusung Chris Widodo dan Serena Francis.
Para pemilih patut menjawab rinci pertanyaan ini. Pasangan manakah yang paling pantas dan layak dipilih untuk memimpin kota 5 tahun ke depan? Tulisan ini menawarkan seketul track record 4 pasangan ini dengan harapan agar para pembaca menimbang dengan tenang dan sanggup bertindak kritis etis.
Tindakan etis adalah pertimbangan untuk memilih calon terbaik dari para calon yang tersedia atau memilih calon yang keburukannya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan calon buruk yang tersedia.
Asumsinya begini: semua calon wali kota baik. Maka yang dipilih adalah calon yang terbaik dari para calon yang baik yang tersedia. Atau sebaliknya, semua calon wali kota buruk. Maka yang dipilih ialah calon yang keburukannya relatif paling rendah dibandingkan dengan lainnya (vide: Sidney Hook, dalam Percakapan Dengan Sidney Hook Tentang 4 Masalah Filsafat, 1980).
Data yang diperoleh dari KPU Kota Kupang, memperlihatkan dengan jelas partai-partai besar mendominasi perolehan kursi dewan. Gerindra, NasDem, PDIP, PKB, dan Golkar sama-sama menempatkan lima kader mereka di DPRD. Gerindra pemenang akumulasi suara. Karenanya, Gerindra berhak menempati posisi ketua DPRD kota.
- Gerindra 5 kursi
- NasDem 5 kursi
- PDIP 5 kursi
- PKB 5 kursi
- Golkar 5 kursi
- Demokrat 4 kursi
- PAN 4 kursi
- Hanura 3 kursi
- PSI 3 kursi
- Perindo 1 kursi
Melihat postur koalisi dukungan partai, George Hadjoh dan Walde Taek disokong 10 kursi, Jonas Salean dan Alo Sukardan 8 kursi, Jefri Riwu Kore dan Lusia Adinda 9 kursi, Chris Widodo dan Serena Francis 8 kursi. Sedangkan Alex Foenay dan Isyak Nuka belum genap 8 kursi meski Perindo dan Demokrat bersekutu satu kubu koalisi.
Pola relasi politik para pasangan ini menarik karena George Hadjoh dan Walde Taek adalah pasangan birokrat dan politisi. Jonas Salean dan Alo Sukardan pasangan politisi dan akademisi, Jefri Riwu Kore dan Lusia Adinda Lebu Raya gabungan politisi. Chris Widodo dan Serena Francis gabungan politisi. Alex Foenay dan Isyak Nuka gabungan politisi dan birokrat tulen jika pasangan ini tembus syarat pencalonan.
Dari jejak sejarah kepemimpin politik di Kota Kupang, tiga di antaranya mantan pemimin kota, yaitu George Hadjoh, Jonas Salean dan Jefri Riwu Kore. Sedangkan dua pasangan lainnya pendatang baru.
Ditinjau dari latar belakang pembilahan sosial, George Hadjoh dan Walde Taek adalah gabungan etnik Sabu dan Timor, Jonas Salean dan Alo Sukardan barisan Rote dan Manggarai Flores, Jefri Riwu Kore dan Lusia Adinda Lebu Raya, gabungan Sabu dan Maumere Flores, sedangkan Chris Widodo dan Serena gabungan Kupang Flores dan Kisar Timor. Sedangkan Alex Foenay dan Isyak Nuka penggabungan Timor dan Ngada Nagekeo Flores dan Ende Lio. Konfigurasi moderasi agama, hanyalah gabungan Protestan Katolik atau Katolik Protestan.
Ditinjau dari spektrum ideologi politik partai pendukung, George Hadjoh dan Walde Taek, merepresentasi konfigurasi partai tengah nasionalis dan kanan tengah agamis. Jonas Salean dan Alo Sukardan, representasi konfigurasi partai tengah nasionalis dan akademikus. Jefri Riwu Kore dan Lusia Adinda Lebu Raya, tengah nasionalis dan kiri tengah. Chris Widodo dan Serena representasi partai tengah nasionalis. Sedangkan Alex Foenay dan Isyak Nuka merupakan gambaran partai tengah nasionalis dan birokrat profesional.
Reputasi
Catatan reputasi masing-masing kandidat tidak sepele. Catatan reputasi mereka diperlukan sebagai masukan untuk para pemilih agar memilih pasangan calon yang tepat secara kritis etis.
George Hadjoh, meski dia memimpin Kota Kupang hanya setahun, tetapi implikasi kepemimpinannya menggetar kuat lantaran gerakan perubahan dan etos kerja disiplin birokrasi yang sangat handal dan berkesan. Dia pun mematok orientasi sangat kuat untuk membawa Kota Kupang sebagai kota bersih dan indah di bawah rantai kendali birokrasi yang solid. Kota makmur tertib, santun beradab.
Dia memimpikan warga Kota Kupang sebagai warga sesama saudara dalam kelimpahan rahmat pelayanan publik yang membebaskan. Relasi politik dengan DPRD dibangun dengan semangat win-win solution dalam skema pembebasan Kota Kupang dari aneka belenggu rantai disharmoni sosial.
Bahkan di pemerintahan provinsi, dia kerap disebut sebagai master of all season (nakhoda segala cuaca), karena dia sanggup terlibat membantu membereskan banyak urusan di sektor lain yang terkesan agak macet. Dia adalah pembawa nama besar untuk NTT di dunia internasional ketika olahraga kempo menjadi satu terdepan yang dihitung dunia.
Sedangkan Walde Taek, calon wakil wali kota, tercatat sebagai salah satu perempuan politik terkemuka di Kota Kupang, bahkan satu-satunya politisi perempuan yang memimpin partai berideologi kanan tengah di kota. Dia pun setia merajut hubungan baik dengan berbagai elemen sosial sehingga dia pulalah perempuan yang menjadi Ketua Pemuda Katolik di Kota Kupang. Catatan reputatif pasangan ini mengesankan, sebagai ganda campuran antara dua kekuatan spektrum demografi sosial politik.
Jonas Salean membukukan pengalaman reputatif, ketika dia membangun birokrasi yang handal dan kuat sambil merajut relasi dengan politisi kota yang sungguh mesra. Pola komunikasi politik pembangunan dengan legislatif terjaga baik, di tengah sirkuit kemelut dinamika kepentingan, sehingga banyak program pembangunan terkait pembangunan jalan lingkungan di kota membaik dan terencana baik.
Jonas Salean pun merawat hubungan dengan pemerintah provinsi dan pemerintah pusat cukup kuat lantaran Jonas selaku politisi yang berumah di Partai Golkar, partai yang piawai membangun politik dalam cahaya terang kebersamaan dan solidaritas sosial. Jonas Salean pulalah yang menjahit hubungan dengan masyarakat luas begitu kuat sehingga dia tidak kesulitan meraih dukungan legislatif dua periode dengan mendapuk suara sangat besar.
Kepiawaian dan kritisismenya di lembaga DPRD provinsi membukukan banyak catatan sejarah mengesankan antara lain menjaga hormanisasi hubungan eksekutif dan legislatif. Catatan sejarah politiknya sangat panjang sejak usia muda karena Jonas berurat nadi politik sejak masa remaja.
Begitu pun calon wakil wali kota Aloysius Sukardan. Pria ganteng Manggarai ini, tak hanya cerdas, tetapi juga santun. Dia berdaya membukukan hubungan cerdas dengan semua pihak. Orang santun biasanya cerdas atau orang cerdas biasanya santun. Sejak lama dia tercatat sebagai aktivis mahasiswa yang handal, dan terpercaya, ketika dirinya terlibat di organisasi PMKRI, bahkan ketika dia dipilih menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Nusa Cendana, universitas terbesar di Indonesia selatan itu.
Dalam merajut benang hubungan humanisme dengan spirit dan sensus Catholicus yang baik, dia oleh orang Manggarai Kupang dipilih nyaris aklamasi menjadi Ketua Ikatan Keluarga Manggarai Raya di Kota Kupang.
Sementara itu, Jefri Riwu Kore membukukan pembangunan wajah kota kian mempesona karena pembangunan ruas jalan lingkungan, trotoar, lampu jalan, taman kota dan penghijauan kota. Meski dia agak sedikit terganggu ketika terjadi turbulensi relasinya dengan legislatif kurang harmonis, tetapi pembangunan taman kota tetap berjalan lancar dengan hasil spektakuler.
Hutan di tepi jalan kota kian menghijau dengan aneka jenis kayu, dan lampu-lampu jalan merias menerangi Kota Kupang. Air minum bersih mengalir sampai nun jauh melayani warga kota. Bantuan perumahan bagi kaum papa diberikan dengan semangat penguatan ekonomi warga. Taman kota pun mekar bertumbuh ketika pria Sabu yang merantau lama di Bali dan Jakarta ini, bertekad menjadikan Kota Kupang sebagai smart city yang dihuni oleh smart people.
Dia percaya tidak mungkin ada smart city tanpa ada smart people. Pesona doktor ekonomi pembangunan ini, telah sanggup membius rakyat di daerah pemilihan II yang meliputi Timor, Sumba, Sabu, Rote, sehingga memastikan lelaki murah senyum ini, terpilih dua periode di DPR RI. Meski kemudian tercatat sejarah dia terpental dari keanggotaannya di Partai Demokrat, tetapi lelaki pengusaha ini bangkit menjahit hubungannya dengan berbagai kalangan sehingga dia ditampung oleh PDIP dan PAN yang mendukungnya dalam lomba maraton politik Pilkada.
Sedangkan calon wakil Lusia Adinda Lebu Raya, adalah representasi semangat politik perempuan Flores yang meraih prestasi pendidikan sangat tinggi. Sepuluh tahun mendampingi Gubernur Frans Lebu Raya, Lusia Adinda berdaya mencahayai perubahan ekonomi para penenun sarung di seluruh NTT. Kisah digdaya Dekranasda NTT hingga hari ini tak pernah mungkin bebas dari rajutan sejarah perjuangan Lusia Adinda, yang kepadanya khalayak ibu sungguh berkenan dan selalu mengesankan.
Chris Widodo tak hanya kesohor di urusan kemanusiaan di Kota Kupang karena tabiat pelayanannya sebagai dokter, tetapi dia juga membangun relasi lintas sekat yang harmonis. Dia tokoh muda yang, selain cerdas dan bersih dari aneka isu miring, juga santun merawat hubungan sosial. Karenanya, Chris Widodo, terpilih dua periode di DPRD provinsi sebagai tanda apresiasi rakyat terhadap kelakuan politiknya.
Sedangkan Serena Francis, catatan sejarah belum sepanjang jalan kenangan para calon lain, karena dia sendiri masih amat sangat belia. Tetapi, dia cerdas. Tercatat dia gemar menghidupkan sepak bola di kalangan anak muda. Suara yang diperolehnya cukup banyak tatkala dia calon DPR RI dari Partai Gerindra.
Lalu Alex Foenay, selain politisi yang sangat berbaik hati, dia juga pebisnis handal. Politisi Partai Perindro ini jauh dari riuh berita busuk. Alex lebih dikenal sebagai politisi yang tidak suka konflik yang menghabiskan waktu tanpa hasil untuk kepentingan rakyat.
Isyak Nuka, calon wakil. Dia adalah satu dari sedikit Kepala Dinas Provinsi NTT yang jauh dari riuh masalah. Pola kepemimpinannya disebut clear and clean.
Apa makna ceritera di atas? Artinya lima pasangan ini pantas ditimbang baik-baik sambil melihat kemungkinan irisan postur dukungan politik yang relatif dinamis di atas basis geografi dan demografi pemilih.
Apa yang mungkin terjadi dengan voting jika postur koalisi merupakan campuran ideologis partai? Saya lihat tiga gejala berikut menguat yaitu jarak pemilih dengan partai politik, swinging voters (pemilih mengambang) dan split voters (pilih beda orang dari partai berbeda). Maka ada empat sebaran kemungkinan.
Pertama, kecenderungan party identification. Pemilih cenderung memilih calon yang memiliki identifikasi dengan partai yang paling disukai pemilih. Para pemilih memilih aktor politik karena memiliki identifikasi yang sama dengan pemilih atau calon yang diduga sanggup menampung keinginan psikologis para pemilih.
Kedua, kecenderungan sociology of voters yaitu pemilih memilih calon sekaum. Mereka tidak peduli ideologi partai koalisi pendukung calon, tetapi lebih peduli pada aktor per se karena calon merupakan representasi kaum tersebab agama, suku, ras, pekerjaan, tempat tinggal dan golongan sosial. Misalnya, para pegawai negeri akan cenderung memilih calon yang sanggup mengelola birokrasi yang baik dan benar. Mereka membutuhkan pemimpin yang kohesif dengan tata kelola birokrasi yang solid karena mengingat distribusi geografi dan demografi politik terakomodasi.
Ketiga, kecenderungan pemilihan prospective. Artinya, orang memilih calon wali kota karena calon tersebut memenuhi kriteria normatif para pemilih. Mereka memilih calon yang sanggup membawa mereka keluar dari masalah yang riil dihadapi pemilih. Misalnya, calon yang dipilih adalah calon yang diduga kuat sanggup memecahkan masalah ekonomi, ketegasan mengambil keputusan, memiliki jaringan yang relatif aman dan nyaman dengan konfigurasi kekuatan politik lainnya. Relasi atas bawah dan ke samping bagus, sebagai bagian dari tradisi perilaku sosialnya. Maka calon pemimpin jenis ini cenderung diterima di semua lapisan sosial termasuk diterima oleh masyarakat yang terfragmentasi sebagai ekses politik faksi.
Keempat, kecenderungan pemilih retrospective. Artinya, para pemilih memilih calon wali kota berdasarkan hasil evaluasi kinerja yang pernah dialami. Misalnya, apakah calon memiliki kultur manajemen kontrol organisasi yang baik dan menguasai segregasi proyek-proyek pembangunan. Apakah proyek-proyek itu diorientasikan ke kepentingan kaumnya sendiri ataukah keluarganya sendiri atau ke kepentingan golongannya sendiri, termasuk distribusi kewenangan di birokrasi.
Mencermati empat varian kemungkinan di atas, maka tiga calon mantan pemimpin kota relatif memikul beban sejarah dibanding dua calon lainnya. Sebaliknya, tiga para mantan wali kota itu dihujani evaluasi kritis dalam terang pertimbangan dan tindakan etis, sehingga satu dari ketiganya berpeluang lebih besar untuk mendapat dukungan dibandingkan dengan dua lainnya.
Namun, prototipe perilaku pemilih mengalir seturut dinamika isu yang dikembangkan masing-masing calon. Saran saya, survei bertahap terkait elektorsi perlu dan penting, tetapi lebih penting ialah mengatur kelakuan pribadi, sambil menawarkan isu kampanye yang sensitif terhadap kepentingan para pemilih.
Misalnya, isu bangun jalan raya, listrik dan air di daerah tempat tinggal saya, pastilah tidak relevan karena tiga isu itu telah rampung dikerjakan. Kepentingan rakyat di daerah tersebut berubah ke isu kebersihan, sampah, keamanan, ketertiban penggunaan lahan pemerintah dan penghijauan. Isu kebersihan dan sampah misalnya, terkait dengan ketersediaan lembaga pengelola sampah dan spot-spot penampung sampah yang aksesibel dengan tempat tinggal penduduk.
Hindarilah berbicara tentang laporan pertanggungjawaban Wajar Tanpa Perbaikan (WTP) sebagai prestasi di daerah saya, di Jalan Antarnusa, Liliba, Keamatan Oebobo, karena bagi kami, itu bukan prestasi yang patut dikibarkan. Biasa saja itu.
Begitu pun isu membangun jalan lingkungan. Itu isu adalah tugas wajib pemerintah. Rakyat mendambakan wali kota yang tidak korup, tidak kolutif, tidak nepotis. Juga pemimpin yang sanggup mengelola sampah kota yang membludak, menghijaukan Kota Kupang dengan kayu cendana karena kayu cendana sebagai representasi simbolik historis dan politik Pulau Timor.
Wali kota terpilih adalah wali kota yang tahu sejarah dan kebudayaan, sadar wisata, dan mengerti penghijauan Kota Kupang dalam konteks historis Pulau Timor, sebagai Pulau Cendana. Dengan kata lain, tema lingkungan yang lebih komprehensif, pasti menarik. Pemimpin seperti itulah yang dicari. Begitu ya.