Kupang, detakpasifik.com – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur bersama pemerintah pusat menerapkan pembatasan jumlah kunjungan wisatawan di Taman Nasional Komodo (TNK). Hanya 219.000 dan maksimal sebanyak 292.000 kunjungan per tahun.
Pembatasan pengunjung ditengarai demi konservasi agar habitat komodo, kadal terbesar di dunia yang hanya ada di Labuan Bajo, Manggarai Barat, NTT ini tetap terjaga.
Pemerintah beralasan, pemeliharaan dan perlindungan sebuah taman nasional membutuhkan biaya yang tidak sedikit. “Di dunia mana pun konservasi itu tidak ada yang murah. Untuk konservasi Taman Nasional Komodo maka kita harus punya anggaran yang cukup agar pengelolaannya maksimal,” kata Gubernur Viktor Laiskodat.
Karena itu, pemerintah memberlakukan tarif baru masuk ke Pulau Komodo, Pulau Padar dan kawasan perairan sekitarnya sebesar Rp3,75 juta per orang per tahun. Yang berlaku sejak 1 Agustus 2022, kemarin.
Penerapan tarif baru tersebut diperuntukan konservasi. Meliputi manajemen kunjungan, pengelolaan sampah, pemulihan terumbu karang yang rusak, penguatan pengawasan dan pengamanan kawasan dari perburuan liar. Selain itu, digunakan untuk pemberdayaan masyarakat lokal, dan penanganan problem yang mengancam habitat komodo lainnya.
Penolakan
Meski begitu, penerapan kebijakan tersebut menuai polemik. Para pelaku wisata, pemilik kapal, agen wisata, pelaku UMKM dan masyarakat lokal menolak pemberlakuan tarif baru karena merasa dirugikan.
Ketua Asosiasi Kapal Wisata (Askawi) Kabupaten Manggarai Barat Ahyar Abadi mengatakan penerapan tarif tersebut akan menghilangkan pengunjung. Juga kehilangan pendapatan bagi pelaku wisata.
“Jika tarif itu diterapkan, dalam hitungan hari saja, kami akan gulung tikar. Karena hanya yang berduit menggunakan kapal super bagus, mewah dan dalam jumlah sedikit saja yang akan datang.” Kata Ahyar mengutip BBC News Indonesia Selasa (2/8/22). Dia berharap aturan itu pun dicabut.
(dp)