Kerja sama lintas batas sama sekali tidak bermaksud untuk membuat batasan. Tetapi kerja sama lintas batas justru untuk membebaskan batasan, agar NTT keluar dari penderitaannya.
Catatan Pius Rengka
“Setiap tujuan harus memiliki satu target. Setiap target harus memiliki indikator. Karena itu, pembangunan jalan sesungguhnya berada dalam konteks perspektif pembebasan rakyat dari penjara jalan,” kata Gubernur NTT, Viktor B Laiskodat, di ruang kerjanya, pekan lalu.
Pernyataan ini dikemukakannya dalam diskusi terbatas dengan staf khusus gubernur terkait proses penuntasan pembangunan infrastruktur jalan provinsi. Target awal, jalan provinsi rusak berat – 906 km – tuntas akhir 2021. Tetapi, badai Covid-19 dan Seroja “terpaksa” target waktu bergeser. Pengerjaan jalan provinsi harus tuntas medio 2022.
Meski target penuntasan pengerjaan jalan provinsi ini agak sedikit meleset dari target awal menyusul bencana alam dan Covid-19, tetapi ikhtiar penuntasan pengerjaan jalan provinsi harus tetap dilakukan.
Salah satu goal atau tujuan pembangunan infrastruktur jalan raya sesungguhnya ialah untuk membebaskan rakyat NTT dari penderitaan atau pemenjaraan yang ditimbulkan karena buruknya kondisi jalan provinsi. Telah dipilah, dari total panjang jalan provinsi 2.650 km, yang terdiri dari 114 ruas jalan provinsi. Dari total panjang ruas jalan provinsi itu, yang paling rusak berat 906 km.
“Kita harus bereskan yang rusak berat itu agar mobilitas rakyat untuk kepentingan kultural dan sosial serta mobilitas barang dagangan mereka harus lancar dan cepat,” ujar Gubernur Viktor.
Kondisi eksisting awal 2019 volume 1.444 km yang mengalami kondisi mantap (hot rolled shed/HRS) 54,5%. Capaian tahun 2019 150,47 km. Sedangkan capaian 2020 sepanjang 144,54 km dengan kondisi mantap 70,11%. Maka pada 2021 direncanakan capaian penuntasan jalan provinsi sepanjang 585,38 km. Jika semua rencana dan target konsisten, maka dari total jalan provinsi rusak berat 906 km akan tuntas medio 2022.
Sementara itu, menurut Gubernur Viktor, komunikasi dan koordinasi dengan pemerintah pusat cq Kementerian PUPR, tetap berlangsung intens sehingga ruas jalan nasional di Flores, Pota-Riung yang rusak total 6 km sudah tuntas dikerjakan.
Baca juga: Covid-19, Seroja dan Pembangunan di NTT
Itu berarti, mobilitas barang dan manusia di lintas Labuan Bajo – Reo – Pota hingga Riung sekarang ini sudah tidak bermasalah. Sedangkan di daratan Sumba Timur khusus bagian selatan Sumba Timur pasti beres hingga akhir tahun 2021. Jika jalan selatan Sumba Timur lancar maka mobilitas barang dan manusia menuju pusat pemerintahan tidak lagi mengalami hambatan. Karena itu, pemerintah kabupaten dan desa diharapkan sanggup menyambung dan menghubungkan daerah-daerah sulit di wilayah masing-masing.
“Tugas provinsi ialah menuntaskan ruas jalan Boleng – Pacar – Golo Welu, yang bertemu dengan jalan negara di Cancar. Sedangkan di Manggarai Timur dapat dipastikan akan selesai tahun depan. Saya harap pemerintah kabupaten dan desa di masing-masing lintas ruas jalan provinsi dapat melakukan hal serupa sebagai wujud sinergi dan kolaborasi empirik di lapangan. Hal yang sama harus diterapkan di kabupaten di Sumba Timur dan beberapa di Pulau Timor dan Alor,” ujar Gubernur Viktor.
Mengurangi Ketidakadilan
Kata Gubernur Viktor, perspektif pembebasan rakyat dari derita jalan raya, merupakan suatu tujuan penting pembangunan dalam konteks inti yaitu mengurangi ketidakadilan sosial. Di belakang ketidakadilan ini sesungguhnya ada dua hal utama yang harus segera dibereskan di NTT melalui pengerjaan jalan provinsi yaitu perwujudan equal right and equal opportunity.
“NTT dalam sejarah sangat panjang mengalami penderitaan multidimensional. Antara lain disumbangkan oleh kondisi jalan provinsi yang buruk. Karena itu, saya ingin fokus menuntaskan jalan provinsi sambil menggalang kekuatan lain yang dimiliki provinsi ini. Kekuatan lain yang maha dahsyat itu antara lain, pariwisata, pertanian, perikanan dan peternakan,” ujar gubernur menganalisis.
Kekayaan NTT, menurut gubernur sangat beragam. NTT memiliki alam yang sangat indah, kawasan pantai yang masih alami dan bersih, kebudayaan yang sangat variatif dan unik, kondisi bawaan ternak yang sangat banyak dan komoditas pertanian yang sangat beragam. Kondisi terberi ini hanya tetap menjadi potensi selama belum berubah menjadi benda ekonomi. Tetapi benda ekonomi hanya mungkin muncul atau tampak manakala infrastruktur jalan provinsi, kabupaten dan desa telah membaik.
“Berdasarkan perspektif ini, saya ingin agar semua dinas terkait yang saya sebut itu (dinas pariwisata, pertanian, peternakan, dan pendidikan) harus sinergis dan bekerja kolaboratif. Saya selalu menekankan hal itu, meski dengan cara yang berwatak out of the box. Makna utama tekanan saya bahwa saya tidak ingin ada superman di NTT, tetapi harus ada super tim yang kuat, solid, sinergis, dan kolaboratif,” ujar gubernur yang adalah mantan Ketua Fraksi Partai Nasdem DPR RI itu.
Menurut gubernur, menyelesaikan problem jalan raya, juga memantulkan penyelesaian problem di sektor lain, seperti sektor pertanian, peternakan, pariwisata, perikanan dan pendidikan.
“Saya selalu berkata, urusan buat jalan raya itu adalah urusan dinas PUPR. Tetapi, perlu disadari urusan buat jalan raya itu merupakan jalan masuk untuk pengembangan pertanian, pariwisata, peternakan, pendidikan bahkan urusan kesehatan, di sepanjang ruas jalan yang dikerjakan dinas PUPR itu. Dengan kata lain, urusan satu dinas merupakan bagian kepentingan dari urusan dinas lainnya. Itulah sebabnya mengapa saya selalu menekankan betapa pentingnya terbentuk super tim, bukan superman,” kata gubernur.
Baca juga: Melihat, Mencermati dan Memahami Kunjungan Kerja Gubernur
Dicontohkannya, perspektif keadilan sosial itu multidimensional. Salah urus provinsi ini akan menimbulkan rusak berat di banyak sektor. Akibatnya, banyak yang akan teriak tentang kekerasan struktural dan kultural. Kekerasan struktural itu diproduksi oleh kebijakan publik yang tidak sensitif dengan penderitaan rakyat. Tetapi di sisi lain kekerasan itu pun ditimbulkan oleh faktor kultural yang memungkinkan rakyat NTT tetap berada dalam kepungan kemiskinan dan penderitaan panjang.
Padahal, NTT sesungguhnya tidak dilahirkan sebagai provinsi miskin penuh derita, tetapi provinsi kaya raya yang belum diurus tuntas saja.
Kata gubernur, apa yang dilakukannya sekarang bukan sekadar treatment, tetapi juga promosi (promotion) kebaikan and prevention. Ambil contoh kekerasan terhadap perempuan yang selalu diteriakkan banyak kalangan hanyalah fenomena puncak dari sebab kultural dan stuktural.
Begitu pun kasus human trafficking yang selalu dialami provinsi ini. “Nah, saya ke NTT ingin sekali menyelesaikan masalah itu. Mungkin tidak semuanya selesai dan tuntas, tetapi saya memilih menuntaskan hal paling krusial yang pokok yang menimbulkan banyak masalah lain. Dengan kata lain, saya ingin selesaikan lokomotifnya, gerbong masalah lain akan ikut terselesaikan,” ujar ayah tiga putra asal Semau ini.
Jaringan
Gubernur juga menunjukkan pentingnya jaringan politik pemerintahan. Menurut gubernur, jaringan politik yang dimaksud tidak sebatas jaringan hubungan baik dengan partai politik, tetapi berjejaringan dengan kalangan aktor-aktor penting di pemerintah pusat dan daerah kabupaten dan lintas provinsi (state actor), jaringan dengan kalangan privat sector (pebisnis nasional maupun internasional) dan para aktor di civil society.
Berjejaringan itu tidak sedikit pun bermaksud untuk meniadakan kontrol politik, melainkan berjejaringan itu untuk membangun kerja sama dan sama-sama bekerja dalam konteks kepentingan penyelesaian masalah di provinsi ini. Banyak masalah infrastruktur di NTT adalah produk dari jejaring baik dengan banyak kalangan. Salah satu contoh yang dapat disebutkan di sini adalah konstruksi jalan nasional di tepi utara Flores, jalan lingkar luar Pulau Semau, perluasan dan pembukaan sawah di Sumba Tengah yang sempat dipantau Presiden Jokowi. Itu semua adalah buah dari kerja jejaring politik pembangunan.
Gubernur juga memberi contoh pentingnya kerja jejaringan dengan kalangan luas, seperti rencana konstruksi energi panas matahari yang bakal dibangun di Sumba Tengah yang, kabarnya, akan menggelontorkan dana sedikitnya 200 triliun dengan serapan tenaga kerja 40.000 orang.
Contoh lain yang dapat disebutkan, kata gubernur, yaitu saat badai guber tiba. Umumnya masyarakat kritis NTT menuntut agar gubernur segera mengumumkan bencana Seroja dengan status bencana nasional. Tetapi justru gubernur tidak melakukan itu.
Yang dilakukan gubernur, saat bencana Seroja tiba yaitu jam 03.25 dini hari menelpon Presiden Jokowi, BNPB, Kasad, TNI AL, TNI AU di Jakarta untuk melakukan koordinasi dan kerja sama untuk mengatasi bencana. Akibatnya, Presiden Jokowi turun tangan, Angkatan Darat, mengirim bala bantuan, TNI AU mengirim pesawat dan helikopter, Angkatan Laut mengirim kapal untuk memobilisasi bantuan.
Kata Gubernur Viktor, saat bersamaan wakil gubernur ada bersama BNPB nasional dan segera terbang ke daerah bencana. Jadi, menurut gubernur, bukan statusnya yang diperlukan, melainkan perlakuannya yang sangat diperlukan. Itulah kerja jaringan, kata gubernur.
Tetapi, mengapa status bencana nasional tidak diperlukan? Menurut gubernur jika diberikan status bencana nasional, maka negara-negara di seluruh dunia akan segera mengumumkan travel warning. Pengumuman itu akan merugikan NTT karena untuk mencabut status travel warning akan sangat sulit, dan hal itu akan sangat merugikan kepentingan pariwisata NTT. Karena itulah saya selalu tekankan kepada tim kerja saya di dinas dan badan provinsi. Kerja jejaringan itu penting.
“Saya selalu tekankan ke semua teman-teman saya di dinas provinsi, bahwa kita harus punya relasi baik dengan kalangan kementerian di Jakarta (pemerintah pusat), punya relasi baik dengan kalangan LSM dan pers, juga berelasi baik dengan kalangan pebisnis. Kita tidak mungkin menyelesaikan masalah NTT hanya mengandalkan pemerintah berjalan sendirian. Tidak mungkin. Itulah sebabnya saya selalu mendorong agar kalangan perguruan tinggi, LSM, lembaga-lembaga keagamaan untuk selalu kerja sama dan sama-sama bekerja,” kata pendiri Partai Nasdem ini.
Kerja sama lintas batas sama sekali tidak bermaksud untuk membuat batasan. Tetapi kerja sama lintas batas justru untuk membebaskan batasan, agar NTT keluar dari penderitaannya.
“Saya datang dari keluarga miskin dan menderita, tetapi saya berusaha keluar dari batasan itu untuk membebaskan diri dari belenggu rantai kemiskinan. Pengalaman itu telah mengajarkan hal positif untuk saya dalam konteks mengurus provinsi ini. Saya tidak mau rakyat NTT mengalami hal persis sama yang saya alami di masa silam. Itulah juga alasan saya mengapa saya sangat keras untuk melarang teman-teman saya di birokrasi ini untuk tidak boleh ada korupsi, urusan ijin dan sejenisnya tidak boleh ada pungutan macam-macam.
Urusan ijin di provinsi ini terbukti sangat cepat. Provinsi ini sudah menjadi salah satu provinsi dengan urusan ijin tercepat. Saya senang Marsianus Jawa urus ijin tidak lebih dari tiga hari. Saya harap dinas lain juga melakukan hal serupa. Cepat, tepat dan tidak melanggar hukum. Yang melanggar hukum harus dihukum,” kata gubernur tandas.
Pernyataan gubernur ini diulanginya berkali-kali dalam hampir semua kesempatan. Tak ketinggalan gubernur penggemar seruan kitab suci ini, mengutip perikop kitab suci sebagai pendasaran tindakan untuk pembangunan di provinsi ini.
Yang selalu diucapkannya, ialah tentang dua hal yaitu kisah Musa memimpin perjalanan exodus bani Israel keluar dari Mesir menuju tanah terjanji Kanaan. Juga dikisahkannya perihal lima hal utama yang menjadi keutamaan yang diajarkan Yesus yang tertuang dalam Matius 25. Antara lain terkait lapar, sakit, tak berumah, telanjang dan asing. Jika mengurus kelima hal itu, Anda telah mengurus Aku. Demikianlah yang terjadi.