Contoh konkret itu penting, kata Agus. Masyarakat membutuhkan contoh konkret. Narasi saja tidak cukup, meskipun itu penting.
Catatan Pius Rengka, Wartawan detakpasifik.com
Peristiwa Sabtu, 21 Mei 2022, bergetar ke seluruh penjuru Nusa Tenggara Timur. Bagaimana tidak. Gubernur NTT kala itu, Dr. Viktor Bungtilu Laiskodat, S.H., M.Si menyaksikan dari dekat detak jantung sejarah perubahan di Kabupaten Sumba Barat Daya (SBD), ketika kabupaten di tepi barat daya Pulau Sumba itu mengirim jagung 1.000 ton ke Surabaya, Jawa Timur, berkat program Tanam Jagung Panen Sapi (TJPS). Itu peristiwa perdana yang terjadi sejak Kabupaten SBD dibentuk.
Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Provinsi NTT, Lucky Koli, di ruang kerjanya di Kupang, Jumat (20/5), menjelaskan bahwa 1.000 ton jagung, telah dibeli off taker PT Gama Agroinvestama. Kadis, yang kerap “digoda” sahabatnya sebagai Gubernur Pertanian NTT berujar, 1.000 ton jagung tersebut dibeli off taker berkat kerja kolaboratif lintas pihak. Ada peran besar Bank NTT, para petani, Dinas Pertanian Provinsi NTT, dan Pemerintah Kabupaten SBD.
Jagung dikirim ke Surabaya kepada PT Sreya Seru Indonesia dengan Kapal Motor Kalimas I. Jagung 1.000 ton tersebut dipanen di lahan 445 ha dari lahan potensial 2.000 ha yang ditanam Oktober 2021. Jagung dipanen Februari sampai Mei 2022.
Jagung 1.000 ton itu barulah sebagian kecil yang dapat dikerjakan 322 petani. Artinya, jika seluruh lahan potensial digarap tuntas, maka petani tidak hanya 1.000 ton jagung, tetapi jauh lebih besar dari jumlah itu. Itu juga berarti petani akan mengantongi banyak duit.
Diterangkannya, sebagian dari lahan 2.000 ha itu dikerjakan untuk panen perdana. Tetapi, lahan tersisa 1.555 ha. Rencananya jagung akan dipanen pada tahap berikutnya.
Dia mengakui, harga jagung masih variatif. Tetapi harga yang ada relatif stabil. Berkisar Rp 3.700/kg untuk 100 ton, Rp 3.800/kg untuk 300 ton, Rp 3.900/kg untuk 70 ton, Rp 4.000/kg untuk 497,5 ton dan Rp 3.850/kg untuk 32,5 ton.
Lucky menerangkan, kenyataan di SBD ini telah berhasil merangsang dan sekaligus memberi motivasi kepada para petani di Pulau Sumba karena petani pasti lebih percaya bukti konkret daripada hanya narasi-narasi. Artinya, perspektif petani itu berbasis pada contoh konkret, setelah mereka mendengar penjelasan pemerintah.
Fakta terkini, para petani di belahan Kodi Sumba Barat Daya bergeliat berubah. Salah satu tokoh kunci penggerak kelompok petani SBD, di Kodi Utara, Agustinus Wakurkaka menyebutkan, kultur masyarakat Kodi berubah sejak program TJPS diperkenalkan.
Biasanya, kata Agus, bulan Mei hingga Juli, para petani Kodi merantau ke Provinsi Nusa Tenggara Barat. Mereka ke sana untuk menjadi buruh tani. Tetapi, sejak program TJPS dan adanya kolaborasi demi kepastian pasar, petani merasa makin nyaman. Gerakan program TJPS menguat, masyarakat Kodi dan Kodi Utara, tak lagi merantai ke NTB.
Agustinus Wakurkaka berceritera, telah lama masyarakat Kodi dikenal dengan citra buruk sebagai pericuh. Tukang bikin onar. Tukang curi. Tukang bunuh. Bikin masalah. Ulahnya sering menimbulkan masalah sosial, bahkan kriminal. Tetapi kini rakyat Kodi berubah. Nyaris berubah total. Orang Kodi menjadi masyarakat petani terorganisir.
Mereka rajin mengolah lahan mereka. Ke depan, ujar Agustinus Wakurkaka, ribuan lahan potensial di SBD akan pasti digarap. “Yang penting ada kepastian pasar,” ujar pria paruh baya ini. “Saya sungguh mengapresiasi pemerintah provinsi khususnya program TJPS ini,” kata Agustinus Wakurkaka.
Baca juga:
Agus Adil: NTT Tidak Miskin, Tetapi NTT Belum Mengerjakan Seluruh Kekayaannya
Agustinus Wakurkaka: Panen Jagung Beli Fortuner Nol Kilometer
“Masyarakat petani sudah mulai giat menjalankan program TJPS. Mengapa? Karena ada jaminan pembiayaan dari off taker dan perbankan, khususnya Bank NTT melalui fasilitas kredit merdeka. Para petani yakin lantaran ada jaminan pasar yang disiapkan pemerintah dalam ekosistem TJPS pola kemitraan untuk mengcover kapasitas produksi,” jelas Lucky.
Transformasi
Kabar ekspor jagung 1.000 ton di SBD ini segera meluas. Masyarakat NTT menyambut kabar itu dengan macam-macam reaksi. Tetapi, Agus Supratman, bereaksi positif. Agus Supratman, anak kampung kelahiran Kadung, 22 Agustus 1980, menerima kabar dari SBD itu sebagai sesuatu yang sungguh menggetarkan hatinya.
Dia tinggal di Dampek, Desa Satar Padut, Kecamatan Lamba Leda Utara, Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dia pegawai negeri sipil NTT, sejak 1 Januari 2010. Dia Camat di Lamba Leda Utara.
Dia pulalah salah satu tokoh penting yang pernah hiruk pikuk mengurus friksi opini terkait rencana pembukaan pabrik semen di daerah itu. Tetapi, kabar dari SBD jauh lebih urgen. Menyusul kabar gembira para petani di SBD itu, Agus pun lekas gegas bergerak.
Suami dari Bernadeta N. Endang dan ayah 3 anak (Charyn, George dan Sean) ini, memulai sejarah transformasi di wilayahnya dengan menggarap 5 ha lahannya sendiri dari total luas lahan potensial di 11 desa, di tepi laut yang mencapai 1.700 hektare. Tiap hari dalam sepekan, Agus ke kebun. membersihkan lahan miliknya.
Meski dia rutin ke kebun, tetapi dirinya setia melakukan sosialisasi kepada rakyat di kecamatan yang dipimpinnya. Selain melakukan sosialisasi, dia sendiri memberi contoh konkret. Contoh kerja kebun garap lahan.
Contoh konkret itu penting, kata Agus. Masyarakat membutuhkan contoh konkret. Narasi saja tidak cukup, meskipun itu penting. Maka, Agus pun giat menginformasikan program TJPS Pemerintah Provinsi NTT. Dia menjelaskan secara rinci manfaat konkret program TJPS itu bagi para petani.
“Ceritera-ceritera saja tidak cukup. Bahkan ceritera yang paling dramatis pun tidak akan segera mengubah perilaku para petani. Karena itu, saya buat contoh konkret, biar mereka melihat. Mereka melihat maka mereka percaya,” ujar Camat yang murah senyum ini.
Sejak saat itulah, usai berdinas di kantor, ia bergegas ke kebun membersihkan lahan miliknya. Dia menanam jagung di lahan 5 ha, di tepi jalan lintas utara Flores, antara Reo dan Pota. Medio tahun 2023 silam, kerja keras Agus berbuah bagus.
Agus Supratman memanen 34 ton jagung. Rerata 6,8 ton/ha. Jagung dijual. Harga baik, katanya. Dari hasil panen jagung itulah dia merasa agak enteng membiayai studi anak-anaknya. Konon, berkat contoh konkret itu pula, para petani perlahan meniru.
Ditanya apa gerangan ideologi yang mendorongnya ikut bertani? Camat energik nan ganteng ini menyebut gerakannya sebagai gerakan transformasi sosial kultural, tetapi juga transformasi ekonomi. “Saya pasti sangat kesulitan jika hanya mengandalkan gaji pegawai negeri sipil. Saya harus membiayai sekolah anak-anak di tempat jauh. Maka diperlukan gerakan transformasi sosial kultural dan ekonomi,” ujarnya beranalisis.
Baca juga:
Agus Adil: NTT Tidak Miskin, Tetapi NTT Belum Mengerjakan Seluruh Kekayaannya
Agustinus Wakurkaka: Panen Jagung Beli Fortuner Nol Kilometer
Dalam sesi presentasinya mewakili para petani, Agus menyebutkan konteks problem yang dihadapi para petani setempat. Bahwa para petani enggan menggarap lahan jagung, utamanya karena pasar tidak pasti. Tetapi, pemerintah Provinsi NTT menjanjikan pasar karena ada off taker bekerja sama dengan Bank NTT. Sejak itulah petani mulai sedikit menaruh kepercayaan. “Saya pun mulai percaya,” ujarnya yang disambut riuh tepuk tangan petani dan para pegawai.
Agus bertekad mendorong petani untuk menggarap ribuan lahan potensial di kecamatan yang dipimpinnya itu. Selama ini, para petani tidak maksimal menggarap lahan mereka karena akses terhadap pasar itu sulit. Apalagi harga jagung selalu tidak pasti. Fluktuatif. Para tengkulak ikut melilit bermain di tengah kesulitan yang dihadapi para petani. Jadi, petani pesimis, malas.
Namun, kinerja Camat Agus dipuji. Ia mendapat perhatian Gubernur NTT, Viktor Laiskodat dan Bupati Manggarai Timur, Agas Andreas. Keduanya, memberi apresiasi sangat positif.
Pada rapat koordinasi temu petani di Pota itu, Gubernur NTT, Viktor Laiskodat mengatakan, Camat Agus adalah contoh konkret pelayan hebat. Dia sungguh menghayati panggilannya sebagai pelayan. “Dia camat penggerak TJPS di Lamba Leda,” ujar Viktor.
“Pak Agus ini adalah seorang pelayan hebat karena dialah yang konkret mengerjakan seruan kenabian yang ada di Kitab Suci. Anda seorang pelayan yang hebat. Pelayan hebat pasti memiliki pengetahuan tinggi. Pelayan itu pasti inklusif. Kecerdasan itu pasti eksklusif. Pak Agus adalah juru selamat. Dialah pembawa damai sejahtera di bumi, terutama di medan tugasnya di Lamba Leda Utara,” ujar Viktor memuji Agus.
Viktor memberi konteks dari apa yang dikerjakan Camat Lamba Leda Utara ini terkait program TJPS bagi rakyat NTT. Dikatakan, NTT memiliki peluang besar untuk terlibat dalam permainan sosial ekonomi di dunia, jika semua pihak terlibat dalam satu gerakan bersama.
Sambil merujuk pengalaman SBD di Pulau Sumba, Viktor menyebutkan bahwa gerakan program TJPS itu penting tidak sekadar mengimplementasi program pemerintah, melainkan karena TJPS itu mesti fungsional sebagai gerakan sosial baru untuk menyongsong kesejahteraan rakyat NTT.
Mengapa petani Kodi di SBD dapat berubah? Viktor Laiskodat mensinyalir, petani Kodi berubah karena ada contoh. Bupati, para PNS, para pejabat, polisi, tentara dan para pengusaha dan petani, terlibat dalam seluruh gerakan konkretisasi program TJPS ini. Itu artinya semua pihak bergerak. Itulah gerakan semesta melawan kemiskinan.
Namun, dia mengharapkan contoh baik yang dikerjakan Camat Agus di Lamba Leda ini dapat direplikasi oleh seluruh lapisan rakyat dan para pejabat di Manggarai Timur. Viktor menambahkan tiga konteks isu dunia yang bakal menjadi perhatian semua negara ke depan yaitu isu pangan, energi dan populasi. Dalam konteks itulah TJPS diletakkan pada tempat yang pas.
“Saya berharap semua komponen di Manggarai Timur meniru gerakan Pak Camat Lamba Leda Utara ini. Dia tidak hanya bekerja melampaui kewajiban rutinnya sebagai PNS, tetapi dia juga bekerja selaku nabi pembebasan yang melayani rakyatnya dengan tulus sambil memberi contoh terbaik,” ujar Viktor.
Viktor menyerukan agar seluruh warga di 42 kampung di Kecamatan Lamba Leda Utara (Kec. LAUT), Kabupaten Manggarai Timur (Matim), melakukan gerakan bersama. Tetapi, pada kesempatan itu, Camat Lamba Leda Utara melaporkan 42 kampung yang belum menikmati penerangan listrik PLN. Saat ini, baru 34 anak kampung yang sudah dialiri listrik.
“Kecamatan Lamba Leda Utara memiliki 11 desa, dari 76 anak kampung. Kondisi saat ini, hanya 2 desa yang tuntas listrik menyala, yaitu Desa Satar Punda (9 anak kampung) dan Satar Kampas (8 anak kampung),” ungkap Agus Supratman.
Redaksi: Tulisan ini pernah diterbitkan di detakpasifik.com